REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan Gunung Anak Krakatau yang berada di Selat Sunda mengalami letusan sebanyak 56 kali selama 24 jam sejak, Rabu (11/7) pukul 00.00 WIB. Dalam siaran pers, Kamis (12/7), PVMGB menjelaskan tinggi kolom debu letusan Gunung Anak Krakatau berkisar 200-1.000 meter di atas puncak kawah.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan amplitude letusan Gunung Anak Krakatau berkisar 25-53 mm, dengan durasi 20-100 detik. "Letusan disertai lontaran debu volkanik, pasir dan suara dentuman. Secara visual pada malam hari teramati sinar api dan lava pijar. Embusan 141 kejadian dengan durasi 20-172 detik," katanya.
Sebelumnya, pada Selasa (10/7), Gunung Anak Krakatau meletus sebanyak 99 kali dengan amplitudo 18-54 mm dan durasi 20-102 detik. Embusan tercatat 197 kali dengan durasi 16-93 kali.
"Letusan disertai dentuman sebanyak 10 kali yang menyebabkan kaca pos pengamatan bergetar," ujarnya.
Banyaknya letusan itu sebenarnya sudah terjadi sejak 18 Juni 2018, dimana Gunung Anak Krakatau mengalami peningkatan volkanik, akibat adanya pergeseran magma keluar permukaan sehingga menyebabkan getaran. Meski terjadi letusan cukup banyak sejak 18 Juni 2018, namun status gunung tersebut masih "waspada" (level 2) atau tidak ada perubahan status gunung.
"Status waspada pada Gunung Anak Krakatau sudah diberlakukan sejak 26 Januari 2012, dan sampai sekarang belum berubah," ujarnya.
Ia menjelaskan, status waspada, artinya aktivitas vulkanik di atas normal sehingga letusan bisa terjadi kapan saja. Letusan Gunung Anak Krakatau, kata dia, merupakan hal yang biasa.
Gunung ini masih aktif untuk tumbuh besar dan tinggi dengan melakukan erupsi. Gunung yang bisa dilihat dari Pantai Carita Pandeglang ini, muncul ke permukaan laut pada 1927, dengan rata-rata tumbuh 4-6 meter per tahun.
Energi erupsi yang dikeluarkan juga tidak besar. karena itu sangat kecil kemungkinan terjadi letusan besar seperti letusan Gunung Krakatau pada 1883. "Bahkan beberapa ahli menyatakan tidak mungkin (letusan besar) untuk saat ini, jadi tidak dikhawatirkan," ujarnya.