REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Tim Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) menemukan seekor orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) betina dengan bayi kembar. Temuan luar biasa ini merupakan yang pertama dalam catatan mereka dan menjadi harapan bahwa spesies ini dapat diselamatkan.
Bayi kembar itu pertama kali ditemukan oleh staf SOCP yang berbasis di pos pemantauan hutan Batang Toru, Sumut, Ahad, 20 Mei 2018. Saat itu, mereka sedang melakukan pencarian rutin orangutan dan satwa liar lain di ekosistem yang berada di tiga kabupaten itu (Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan).
"Kami pertama kali melihat mereka pada pukul 14.30 WIB sekitar 15 meter di atas pohon dan berhasil melihat sampai sekitar pukul 15.40 WIB ketika ibu mulai pindah dengan bayi yang menempel di setiap sisi. Akan sangat menarik untuk melihat bagaimana ibu ini melahirkan si kembar," kata salah satu staf, Andayani Oerta, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (12/7).
Anak Orangutan Mati di Kawasan Taman Gunung Leuser
Kepala Unit Pemantauan Keanekaragaman Hayati SOCP, Matthew Nowak merasa takjub dengan kabar tersebut. Matthew mengatakan, kelahiran kembar memang terjadi pada hewan penangkaran. Namun, menurutnya, jika ini terjadi di alam liar, kurangnya pengamatan membuat kedua bayi sangat jarang dapat bertahan hidup.
"Saya segera memeriksa catatan untuk kelahiran kembar pada orangutan dan kera besar lainnya dan hanya menemukan satu catatan sebelumnya dari kelahiran kembar orangutan Kalimantan liar, tidak ada orangutan Sumatera, apalagi orangutan Tapanuli," kata dia.
Direktur SOCP, Ian Singleton yang bertahun-tahun mempelajari orangutan Sumatera liar juga merasa takjub dengan temuan ini. "Saya menghabiskan bertahun-tahun mempelajari orangutan di alam liar dan tidak pernah melihat seorang ibu dengan anak kembar. Jadi ini adalah berita yang luar biasa," kata Ian.
Di balik ketakjubannya, Ian pun mengingatkan bahwa orangutan Tapanuli adalah kera besar yang paling langka dan paling terancam di dunia. Keberadaannya baru dijelaskan pada November tahun lalu. Ekosistem Batang Toru menjadi rumah orangutan Tapanuli yang masih tersisa pun kini terancam oleh proyek pembangunan.
"Hutan dimana hal langka ini terjadi sekarang sudah terpecah-pecah, dan sedang terancam oleh proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga air yang didanai Cina," kata Ian.
"Kita harus berhenti menghancurkan lebih banyak habitat orangutan dan menyambungkan kembali hutan ini secepat mungkin. Bayi kembar ini adalah harapan bahwa spesies ini dapat diselamatkan jika kita mengambil tindakan cepat untuk menyelamatkannya."
Saat ini, spesies orangutan Tapanuli terancam punah. Berdasarkan hasil penelitian pada 2016, tidak lebih dari 800 individu orangutan Tapanuli hidup pada tiga populasi terfragmentasi di ekosistem Batang Toru. Hal ini disebabkan tekanan akibat konversi hutan dan perkembangan lainnya. Saat ini kawasan seluas 150 ribu hektare tersebut merupakan habitat terakhir bagi orangutan Tapanuli.