REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengatakan Pancasila dan UUD 1945 senafas dengan tuntutan Islam. Salah satunya dapat terlihat dari sila kelima Pancasila.
"Sila kelima dalam Pancasila dan pasal 33 dalam UUD 1945 senafas dengan tuntutan Islam. Ekonomi di dunia tidak hanya kesejahteraan tetapi juga keadilan," jelas dia dalam Diskusi Media di Aula Pertemuan ICMI, Menteng, Rabu (11/7).
Kebermanfaatan ekonomi haruslah riil dan konkrit bagi seluruh bangsa. Ada tiga hal yang harus mampu dikelola dengan baik, sumber daya air, sumber daya energi dan sumber daya pangan.
Mampu mengelola masalah air, api dan penggembalaan inilah yang seharusnya menjadi semangat ekonomi Islam. Fungsi pemimpin pada titik ini harus secara sungguh-sungguh dapat menelurkan kebijakan yang afirmatif. "Ekonomi bebas pun perlu ada intervensi pemerintah untuk menjamin kepentingan rakyat," jelas dia.
Baca juga, Gerindra tak Gentar dengan Dukungan TGB ke Jokowi.
Kebijakan proteksionis ini paradoks dengan ekonomi bebas. Pemerintah perlu memproteksi rakyat. Karena esensi mendasar satu pemerintahan adalah untuk melindungi segenap tumpah darah.
Pemberdayaan ekonomi umat merupakan esensi beragama. Saat ini beragama diwujudkan dalam kerja nyata untuk meningkatkan kualitas kehidupan umat.
Intervensi ada dua yakni limitasi (membatasi) daftar investasi. Baik itu investasi negatif, tertutup dan terbuka maupun terbatas. Bagian dari intervensi ini untuk melindungi kepentingan nasional dan daerah.
Kedua intervensi Regulasi. Pemerintah dapat spesifik berdiskusi atau berdialog dengan bupati dan walikota setempat. Intervensi ini dapat melahirkan kebijakan sehingga dapat memfasilitasi terbukanya lapangan pekerjaan.
Kebijakan yang dikeluarkan daerah harus bisa melindungi masyarakat. "Saya diberikan kesempatan untuk memimpin Nusa Tenggara Barat (NTB) sehingga dapat melindungi kapasitas ekonomi mereka. Kebijakan yang dilakukan arus menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas," jelas dia.
Empat hal yang dapat dijadikan indikator keberhasilan dalam memimpin daerah. Pertama pertumbuhan ekonomi yang baik di satu daerah, kedua penurunan kemiskinan yang progresif, ketiga jumlah pengangguran dapat ditekan, dan keempat ketika rasio gini yang dapat dikendalikan.
Di NTB selama TGB memimpin, pertumbuhan ekonomi nontambang bisa mencapai 7,1 persen di atas pertumbuhan ekonomi secafa nasional. Tahun lalu kemiskinan di NTB juga turun 1,01 persen. Sementara selama empat tahun angka kemiskinan turun dari 24 persen menjadi 15 persen.
Angka pengangguran juga dapat ditekan hingga 3,32 persen. Sedangkan rasio gini dapat dikendalikan sebanyak 0,036 persen.
Menurut TGB dapat dikatakan NTB mengalami pertumbuhan ekonomi dengan sehat.
Dari sisi pariwisata, dengan memperkenalkan Lombok sebagai Muslim friendly tourism dan halal tourism berdampak pada meningkatnya wisatawan Muslim bahkan wisatawan muslim mancanegara.
"Stigma daerah mayoritas Muslim yang tertutup dan intoleran serta tidak dapat menerima orang yang berbeda pun hilang, berjuta-juta wisatawan dari barat, Australia, Korea, Jepang, Asia Timur datang," jelas dia.
Selama ini dia bersyukur tidak ada insiden yang menimpa wisatawan karena adanya perbedaan keyakinan.