Rabu 11 Jul 2018 13:43 WIB

Menhan: Ada 400 Orang Indonesia Gabung ISIS

Secara umum ada 31.500 orang dari luar negeri bergabung dengan ISIS di Suriah.

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Muhammad Hafil
Suasana seminar Indonesia International Defense Science Seminar (IIDSS) 2018 di Jakarta, Rabu (11/7).
Foto: Erik PP/Republika
Suasana seminar Indonesia International Defense Science Seminar (IIDSS) 2018 di Jakarta, Rabu (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Pertahanan (Unhan) menggelar seminar Indonesia International Defense Science Seminar (IIDSS) 2018 dengan tema 'Strengthening Defense Diplomacy to Address Common Security Challenges di Jakarta Pusat, Rabu (11/7). Seminar dibuka Menko Polhukam Wiranto dan dihadiri Menhan Ryamizard Ryacudu dan Rektor Unhan Letjen Yoedhi Swastanto.

Dalam pemaparannya, Menhan Ryamizard menyampaikan tentang ancaman nyata yang sedang terjadi di Indonesia. Ryamizard menyoroti tentang ancaman terorisme generasi ketiga dan radikalisme yang marak terjadi di Indonesia perlu disikapi secara serius. Hal itu lantaran banyak warga Indonesia yang bersimpati dengan gerakan Alqaeda dan bahkan ikut ISIS.

Berdasarkan data intelijen Kemenhan, tercatat 31.500 orang dari luar negeri yang gabung ISIS untuk berjuang di Suriah dan Irak. Adapun 800 orang berasal dari Asia Tenggara dan 400 orang dari Indonesia bergabung ISIS.

Salah satu upaya membendung aksi terorisme dari luar, pihaknya melakukan kerja sama trilateral dengan Malaysia dan Filipina untuk berpatroli di Laut Sulu. Langkah itu dilakukan agar eks pejuang ISIS yang kembali ke Asia Tenggara tidak bisa leluasa memgembangkan jaringannya. "Ini untuk memperkuat deteksi dini potensi ancaman ISIS di kawasan," kata Ryamizard.

Selain ancaman dari luar, seperti klaim Laut Cina Selatan, sambung Ryamizard, Indonesia hendaknya juga perlu mewaspadai masalah yang timbul dari dalam. Di antaranya, terorisme, radikalisme, separatisme, dan bencana alam.

Rektor Unhan Letjen Yoedhi Swastanto menerangkan, seminar IIDSS 2018 bakal mengkaji tentang berbagai ancaman yang terjadi di kawasan Asia Pasifik, termasuk masalah Laut Cina Selatan dan ancaman siber. Selain itu, dibahas pula tentang kejahatan transnasional dan senjata pemusnah massal.

Pihaknya ingin menggali pemikiran berbagai pakar yang hadir dalam mencermati tatanan global saat ini. "Ini sebagai alternatif pengelolaan yang lebih adil untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan global," kata Yoedhi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement