REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkapkan, elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) setelah pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak cenderung naik. Namun, kenaikan elektabilitas Jokowi pascapilkada bukan karena efek kemenangan partai pengusung Jokowi.
Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) Adjie Alfaraby mengatakan, dari hasil survei LSI Denny JA yang dilakukan setelah pilkada pada 28 Juni-5 Juli 2018, ada kenaikan elektoral Jokowi sebesar 49,30 persen dari Mei 46 persen. Dengan demikian, kenaikan elektoral Jokowi setelah pilkada tidak terlalu besar, hanya sebesar sekira 3 persen.
"Kenaikan tidak terlalu signifikan efek pilkada dengan tren kenaikan Jokowi. Kenaikan Pak Jokowi lebih pada kinerja yang cenderung dinilai baik oleh masyarakat dan lawan Jokowi yang tidak mampu menandingi," kata Alfaraby saat memaparkan rilis hasil survei LSI Denny JA terbaru pasangan capres dan cawapres pascapilkada, Selasa (10/7).
Alfaraby menjelaskan, survei pasangan capres dan cawapres pascapilkada ini dilakukan dengan metode survei multistage random sampling. Mengambil 1.200 orang responden dari seluruh Indonesia dan dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan kuesioner. Margin error survei ini sebesar 2,9 persen.
Kesimpulan survei ini, tambah dia, ada kenaikan elektabilitas Jokowi setelah pilkada, tetapi masih rawan karena masih di bawah 50 persen. Sedangkan, elektabilitas penantang Jokowi cenderung stagnan setelah pilkada di Juli diangka 45,2 persen, di mana Mei elektabilitas penantang Jokowi sebesar 44,70 persen.
Selain kenaikan elektabilitas Jokowi dan stagnannya penantang Jokowi, Alfaraby menyebut angka mereka yang belum menentukan pilihan (undecided voters) cenderung turun, tetapi pemilih yang masih bisa berubah (swing voters) cenderung naik.
"Undecided voters turun dari 9,3 persen di Mei menjadi 5,5 persen di Juli. Sedangkan, swing voters di angka 37 persen," ujarnya.
Walaupun undecided voter cenderung mengecil di Juli tinggal 5,5 persen, Alfaraby menyebut Jokowi atau lawan Jokowi perlu waspada karena swing voters justru meningkat. "Pemilih yang mungkin mengubah pilihannya 37 persen berarti peta pilpres sekarang masih sangat dinamis, karena swing voters masih belum menentukan pilihan," katanya menjelaskan.