REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat stres masyarakat Indonesia berada pada level terendah secara global. Selain itu, masyarakat Indonesia merasa siap secara finansial untuk masa depan dan menaruh kepercayaan tinggi terhadap pendapat keluarga mengenai perencanana keuangan. Data ini didapatkan berdasar survei skor kesejahteraan yang dilakukan perusahaan penyedia solusi keuangan, Cigna.
Dari survei ini, terlihat 86 persen responden dari seluruh negara yang turut berpartisipasi mengatakan mereka merasa stres. Tapi, di Indonesia, responden yang mengatakan mereka merasa stres 'hanya' sebesar 75 persen. Tingkat stres ini merupakan tingkat stres terendah dari seluruh negara yang disurvei.
Menurut sebagian besar responden di Indonesia yang merasa stres, mereka dapat mengendalikan rasa stres mereka dengan berbagai cara. Di antaranya dengan mencurahkan keluhan mereka kepada teman atau keluarga.
Sementara itu, 25 persen masyarakat Indonesia mengatakan sama sekali tidak merasa stres, terendah dibandingkan 22 negara lainnya. Di negara tetangga seperti Singapura dan Thailand, tingkat stres bahkan berada di atas rata-rata, di mana 91 persen responden mengatakan mereka merasa stres.
Director dan Chief Marketing Officer Cigna Indonesia Ben Furneaux mengatakan, keuangan dan pekerjaan merupakan penyumbang utama rasa stres. "Survei kami mengungkapkan beberapa alasan penyebab stres, di antaranya hubungan yang buruk dengan atasan dalam pekerjaan dan ketidakmampuan untuk mengurus kebutuhan, kesehatan dan kesejahteraan orang tua," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (9/7).
Tapi, indikator sosial menunjukkan penurunan yang paling signifikan yaitu sebanyak 8,4 poin. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya waktu untuk rekreasi dan menghabiskan waktu bersama teman. Turunnya skor ini menunjukkan semakin banyak masyarakat Indonesia yang merasa tidak dapat menghabiskan waktu cukup bersama teman atau melakukan hobi dikarenakan kesibukan.
Siap Hadapi Usia Tua
Sebanyak tujuh dari 10 responden di Indonesia melihat diri mereka siap memasuki usia pensiun, baik secara sosial maupun keuangan. Angka ini berada di atas rata-rata global, yakni lima dari 10 responden.
Ben menjelaskan, survei Cigna menunjukkan, sebanyak 40 persen responden mengatakan tidak memiliki kekhawatiran yang berarti setelah mereka pensiun. "Tapi, tanpa perencanaan keuangan yang tepat, optimisme ini bisa mendatangkan risiko yang tidak diinginkan nantinya, dan ekspektasi mereka mengenai kesiapan di hari tua bisa saja mengecewakan mereka di masa depan," ucapnya.
Hal ini semakin menjadi tantangan dengan fakta hasil survei yang mengungkapkan hanya 20 persen masyarakat Indonesia berpikir mereka akan memiliki uang cukup setelah mereka tidak lagi produktif. Selain itu, 42 persen di antara mereka akan menggunakan uang pribadi mereka untuk menanggung biaya pengobatan di hari tua.
Sebagian besar responden di Indonesia setuju asuransi itu penting. Sebanyak delapan dari 10 orang percaya asuransi merupakan hal yang ‘penting’ atau ‘sangat penting’ ketika mengatur kesejahteraan keuangan mereka secara keseluruhan.
Sebanyak 70 persen responden mengatakan mereka mencari nasihat dan pendapat mengenai kesejahteraan hidup dari pasangan, sementara 46 persen responden mencari nasihat dari orang tua. "Ini berarti keluarga memegang peranan yang penting dalam membantu orang yang kita sayangi dalam mempersiapkan masa depan yang pasti atau #AssuredFuture," kata Ben.
Di tahun keempat diadakannya survei ini, Cigna kembali mengangkat persepsi dan kekhawatiran kesejahteraan masyarakat di lima aspek utama kesejahteraan, yakni fisik, keluarga, sosial, keuangan, dan kerja. Survei tahun ini diikuti oleh lebih banyak negara dibandingkan survei tiga tahun terakhir, di mana sebanyak 23 negara dan wilayah di dunia turut berpartisipasi.