REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengungkap, dukungannya kepada Jokowi tak perlu dipermasalahkan. Sebagai anak bangsa semuanya punya hak untuk menyuarakan apa yang dianggapnya penting.
"Kita punya waktu untuk melihat dan merenung dan mencermati, pascapemilukada kemarin saya terus terang merasa bahwa sudah banyak hal yang keluar dari proporsionalitas yang sudah berlebihan," kata TGB kepada Republika.co.id di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (8/7).
TGB juga menyampaikan, semua anak Bangsa Indonesia sebagian besar Muslim dan sebagian lagi saudara non-Muslim. Tapi semua diikat dalam konsep kebersamaan yang disebut muwatonah. Jadi semuanya berbagi bumi Allah bersama-sama.
Ia menerangkan, membangun negara dalam kebersamaan dan semangat persaudaraan. Maka tidak boleh dalam membangun negara menggunakan hal-hal yang tidak pada tempatnya. Hal yang tidak pada tempatnya setelah dicermati terjadi belakangan ini.
"(Yakni) menggunakan ayat-ayat perang dan konteks perang yang terjadi antara Rasulullah SAW dengan orang-orang quraisy yang mau mengaborsi peradaban Islam yang dibangun," ujarnya.
TGB menjelaskan, ada peradaban yang baru dibangun kemudian mau diserbu dan dihancurkan. Tentu harus dibela, Itu konteks perang. Sementara di Indonesia tidak sedang dalam keadaan berperang. Siapa musuhnya, semuanya bersaudara.
Dia juga mengaku, kebetulan dirinya punya sedikit pengetahuan agama. Tetapi meski pengetahuan agamanya sedikit tetap harus turut mengingatkan. "Mengingatkan bahwa tidak usah kita berkontestasi politik apalagi dengan menggunakan ilustrasi yang membahayakan kesatuan kita sebagai bangsa," jelasnya.
Dijelaskan TGB, kalau menggunakan ilustrasi ayat-ayat perang, namanya perang itu to kill or to be kill. Artinya mau membunuh atau dibunuh. Kalau kontestasi politik yakni bagaimana masing-masing kandidat menyampaikan gagasan apa yang terbaik untuk Indonesia. Selanjutnya masyarakat yang menilai.
Oleh karena itu marilah semua kontestasi itu diletakkan dalam konteks menghadirkan gagasan yang terbaik untuk Indonesia. Merasa punya tanggungjawab moral untuk mengingatkan diri sendiri dan siapa pun.
"Jangan sampai kita sampai pada titik di mana kita sudah gak bisa balik karena friksinya sudah terlalu dalam, kerusakannya sudah terlalu parah, itu tak boleh terjadi," tegasnya.