REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat H. Mochamad Iriawan meninjau langsung salah satu pabrik di sekitar DAS Citarum, akhir pekan lalu. Diduga pabrik tekstil ini membuang limbahnya langsung ke Sungai Citarum tanpa terlebih dahulu diolah melalui Ipal yang memadai.
"Kelihatannya begitu (membuang limbah ke Citarum). Makanya ditutup (mesin pengolah limbah) oleh teman-teman dari Dansektor," ujar Iriawan usai meninjau pabrik yang ada di daerah Majalaya, Kabupaten Bandung.
Iriawan melihat secara langsung Ipal yang ada di pabrik tersebut. Limbah yang dihasilkan berupa cairan B-3 yang berwarna hitam pekat dengan suhu tinggi dan berbau. "Saya sudah melihat sendiri penampungan limbah, pasti tidak akan bisa menampung dengan besarnya pabrik seperti ini," kata Iriawan.
Pada kesempatan ini, Iriawan secara tegas meminta seluruh industri yang ada di sekitar aliran Sungai Citarum agar bisa mengolah limbah industri melalui Ipal yang memadai atau sesuai ketentuan berlaku. Karena, akibat dari pembuangan limbah secara liar ini menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. "Saya minta pabrik-pabrik ini betul-betul bisa mengikuti aturan yang ada, dimana harus melakukan pengolahan limbah yang benar. Jangan main-main lagi!" tegas Iriawan.
Baca juga, Pemprov Jabar akan Tindak 126 Industri Pencemar Citarum.
Iriawan mengatakan, ia akan maksimal terhadap penangan limbah ini karena korban sudah banyak. Yakni, baik korban lingkungan, korban manusia, dan lain sebagainya.
"Kita tidak bisa membiarkan ini. Ke depan harus kita tegakkan (hukum) secara maksimal agar berubah," katanya.
Beberapa waktu lalu, pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung bersama Dansektor telah menutup sebelas mesin produksi di pabrik tersebut. Kepala DLH Kabupaten Bandung Asep Kusuma mengatakan, Ipal yang ada pabrik ini memang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Ipalnya tidak sesuai dengan ketentuan. Saat ini segelnya masih belum dibuka," tutur Asep ditemui usai mendampingi Pj Gubernur Jabar.
Menurut Asep, industri sejak awal sudah diberikan haknya untuk berusaha. Oleh karena itu, industri juga diminta menunaikan kewajiban, salah satu di antaranya membuat Ipal yang sesuai standar ketentuan industri. Terlebih lagi pabrik ini melakukan penambahan kapasitas produksi, sehingga ada beban limbah yang berlebih.
“Ketika hak diterima kewajiban tidak dilaksanakan ada sanksi yang diberikan. Salah satunya menghentikan sumber pencemarnya. Di antaranya dengan menyegel (mesin produksi),” katanya.
Sebelumnya, Pj Gubernur Jabar Iriawan juga telah melalukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Melalui Kepala Unit Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan (Korsupgah) KPK Asep Rahmat Suwanda, Iriawan meminta kajian mengenai bisa dikenakannya pasal korupsi bagi para pencemar lingkungan, khususnya yang ada di sekitar DAS Citarum.
"Di lain daripada instansi yang ada di Jawa Barat, saya juga komunikasi dengan KPK. Saya minta dikaji -- juga melibatkan Kadis (Kepala Dinas) Lingkungan Hidup Jabar untuk bisa (kasus pencemaran lingkungan) dibawa ke ranah tindak pidana korupsi," kata Iriawan.