Jumat 06 Jul 2018 08:19 WIB

MPR Apresiasi Program Hutan untuk Rakyat

Masih terjadi ketidakadilan praktik distribusi lahan.

Red: EH Ismail
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar (kedua kiri) berfoto bersama usai rapat pleno bersama Lembaga Pengkajian MPR, di Gedung MPR Senayan, Jakarta, Rabu (4/7).
Foto: Humas KLHK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar (kedua kiri) berfoto bersama usai rapat pleno bersama Lembaga Pengkajian MPR, di Gedung MPR Senayan, Jakarta, Rabu (4/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dan jajarannya menghadiri undangan rapat pleno Lembaga Pengkajian MPR, di Gedung MPR Senayan, Jakarta, Rabu (4/7). Rapat membahas tentang kebijakan lahan dan hutan untuk ekonomi, kelestarian, dan masyarakat adat dalam rangka penyiapan GBHN oleh MPR.

Dalam rapat tersebut, Badan Pekerja (BP) MPR memberi apresiasi untuk langkah pemerintah Jokowi-JK yang telah memberi akses hutan untuk membantu kehidupan rakyat kecil.

“Kami apresiasi keberpihakan pemerintah dalam alokasi akses kelola hutan dan redistribusi lahan hutan kepada rakyat kecil yang selama ini belum pernah dilakukan dahulu,” ujar anggota BP MPR Muspani.

Anggota BP MPR lainnya Permadi mengingatkan Menteri LHK betapa kompleks dan rumitnya masalah hutan di Indonesia. Permadi juga mempertanyakan penyelesaian strategi kerumitan masalah hutan dan adat yang telah lama sejak zaman kemerdekaan.

Para anggota BP MPR menegaskan, harus ada kejelasa posisi antara tanah dan hutan berkaitan dengan RUU Tanah yang sedang dibahas di DPR. “Juga terkait dengan masyarakat hukum adat dan desa adat dalam alokasi perhutanan sosial itu,” ujar anggota BP MPR Harun Kamil.

Atas tanggapan tersebut, Menteri LHK mengucapkan terima kasih. Dia pun mengakui, para anggota BP MPR adalah senior-senior pemikir yang secara konstruktif memberikan catatan kritis berkenaan posisi hutan dan tanah  serta bagaimana memposisikannya secara konsitusional.

Menurut Siti Nurbaya, Kementerian LHK mencoba  berpijak pada Ketetapan MPR Nomor IX tahun 2001 Pasal 2, 3, dan 5 untuk menyikapi masalah-masalah yang dihadapi saat ini. Untuk itu, kata dia, KLHK masih harus dan akan mendalami setiap masukan yang ada.

KLHK juga akan mengundang kembali beberapa anggota BP MPR untuk membahas  tentang Tap MPR tersebut terkait tanah dan hutan serta konteks pembaharuan agraria dan optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam.

“Mudah-mudahan secepatnya ditindaklanjuti persiapan oleh Dirjen Planologi Prof Sigit dan Dirjen Hutan Sosial Bambang Supriyanto,” ujar Siti Nurbaya.

Ketua Lembaga Pengkajian MPR Rully Chairul Azwar ketika dimintai tanggapannya mengatakan, pertemuan dengan Menteri LHK Siti Nurbaya dalam rangka untuk mengetahui dan mengkaji implementasi Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terjandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan seluruh rakyat.

“Nah, dalam implementasi, kita melihat masih terjadi ketidakadilan karena praktik distribusi lahan, masih terjadi ketimpangan. Ada pengusaha yang menguasai aset begitu besar dan sebaliknya masyarakat hanya sedikit saja,” kata Rully.

Dalam konteks mengkaji persoalan ketidakadilan distribusi lahan itu, Lembaga Pengkajian MPR telah membentu Steering Comitte (SC) soal distribusi lahan yang diketuai oleh mantan hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan. Tim inilah yang sedang mengkaji mengenai tiga hal utama, yakni lahan untuk kepentingan ekonomi, kepentingan lingkungan, dna kepentingan ulayat atau hutan adat.

“Untuk itu, berbagai pihak, baik Kementerian Agraria dan juga Kementerian LHK, kita undang, kita ingin tahu lebih jauh soal ini. Dalam pertemuan dengan Menteri LHK, Siti Nurbaya menjelaskan progres yang dilakukan KLHK dalam hal distribusi lahan,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement