REPUBLIKA.CO.ID,
"#Tahukah kamu jika SKM dibuat dengan cara menguapkan sebagian air dari susu segar (50 persen) dan ditambah dengan gula 45-50 persen?"
Pertanyaan di atas menjadi salah satu kalimat serial cicitan akun @KemenkesRI yang diunggah pada 9 Mei lalu. Kemenkes saat itu menerangkan bahwa susu kental manis (SKM) yang beredar di pasaran bukanlah produk susu yang bisa dikonsumsi untuk anak-anak di bawah tiga tahun.
Penjelasan Kemenkes itu pun kemudian direspons masif oleh warganet dan kemudian viral di media sosial. Lewat kicauannya, Kemenkes mengedukasi publik bagaimana seharusnya SKM digunakan, yaitu hanya untuk campuran makanan.
Bila anak mengkonsumsi dua gelas SKM sehari, menurut Kemenkes akan melebihi kebutuhan gula harian yang pembatasannya telah diatur melalui Permenkes Nomor 30 tahun 2013 yang selanjutnya diamandemen dengan Permenkes Nomor 63 Tahun 2015, tentang Penetapan Batasan-Batasan Konsumsi Gula, Natrium, dan Lemak.
Sebaiknya, konsumsi gula 50 gram (4 sendok makan), natrium lebih dari 2.000 miligram (1 sendok teh) dan lemak 67 gram (5 sendok makan) per orang per hari. Apabila mengonsumsi gula, natrium dan lemak lebih dari batas-batas yang diebutkan, bisa berisiko terkena hipertensi, stroke, diabetes dan serangan jantung.
Sebaiknya konsumsi Gula 50 gram (4 sendok makan), Natrium lebih dari 2000 miligram (1 sendok teh),dan lemak 67 gram (5 sendok makan) per orang per hari 😁#SehatPedia
— Kemenkes RI (@KemenkesRI) May 9, 2018
Kemenkes juga mengungkapkan, bahwa SKM mengadung Karbohidrat (KH) dan gula yang jauh lebih tinggi, serta protein yang jauh lebih rendah dari susu full cream. Padahal, kebutuhan gula anak 1-3 tahun sekitar 13-25 gram.
Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Doddy Izwardi, Rabu (4/7), menegaskan, produk kental manis bukan merupakan produk susu yang bisa dikonsumsi untuk menambah asupan gizi. Kadar gula dalam produk kental manis sangat tinggi.
"Kental manis ini tidak diperuntukan untuk balita. Namun perkembangan di masyarakat dianggap sebagai susu untuk pertumbuhan. Kadar gulanya sangat tinggi, sehingga tidak diperuntukkan untuk itu," kata Doddy di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, Kemenkes juga telah meminta kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku pengawas izin edar untuk lebih memperhatikan produk kental manis agar tidak dikategorikan sebagai produk susu bernutrisi untuk menambah asupan gizi. Doddy menegaskan bahwa industri berhak untuk melakukan pengembangan produk, namun komposisi tetap harus diperhatikan.
Anggota UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Damayanti Syarif mengimbau para orang tua agar tidak memberikan susu kental manis untuk anak. Susu kental manis adalah produk yang fungsinya sebagai bahan makanan, memiliki kandungan gula sebanyak 50 persen.
"Serta berisiko bila dikonsumsi oleh anak,” kata Damayanti dalam laman resmi www.idai.or.id dalam rilisnya, Sabtu (5/5).
Susu kental manis adalah produk yang utamanya digunakan sebagai bahan pelengkap masakan. Sebab, produk ini tinggi kandungan gula dan hanya sedikit mengandung protein susu –zat yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak.
Meski, berdasarkan kategori pangan BPOM, produk kental manis masuk dalam kategori susu apabila memiliki kandungan protein minimal 7,5 persen. Maka, susu kental manis yang memiliki kandungan protein di bawah 7,5 persen otomatis disebut krimer kental manis dan tidak dapat dikatakan susu.
Damayanti mengungkapkan, sebagian besar produk kental manis yang beredar di pasar Indonesia hanya mengandung sekitar 2-3 persen protein susu. Memberikan susu kental manis yang minim gizi namun tinggi gula untuk anak sebagai pelengkap gizi dan pertumbuhan anak, adalah keputusan yang keliru.
Lebih keliru lagi bila yang diberikan adalah krimer kental manis yang jelas tidak masuk dalam kategori susu. Faktanya, sebagian besar konsumen belum bisa membedakan mana susu dan mana krimer.
Meski pada label kemasan, krimer kental manis sudah tidak mencantumkan keterangan susu, kenyataannya masyarakat masih beranggapan yang putih adalah susu, susu kental manis dan krimer kental manis seolah tak ada bedanya. Jika memperhatikan rak pajangan di minimarket, susu kental manis dan produk kental manis berbagai merek pun dipajang berdampingan. Seolah mereka adalah kelompok yang sama.
Hal ini turut membentuk menyesatkan persepsi masyarakat, susu kental manis dan krimer kental manis adalah susu. Pada akhirnya, pertimbangan harga akan menentukan pilihan konsumen. Tentu saja, krimer kental manis memiliki harga lebih ekonomis dibanding susu kental manis.
Kesalahan tersebut tidak dapat sepenuhnya ditimpakan pada konsumen yang tak jeli membaca label. Gerakan bijak membaca label baru dikampanyekan dua tahun terakhir ini.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyampaikan bahwa pada label produk kental manis harus memuat secara jelas informasi kandungan dan untuk apa produk ini seharusnya digunakan. “Itu menyesatkan konsumen karena itu akhirnya dikonsumsi konsumen itu gula bukan susu,” ujar Tulus.
Untuk itu, Tulus meminta BPOM memperbaiki terminologi kental manis guna menghindari kebingungan masyarakat. Susu sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan, terutama tinggi badan dan perkembangan kognitif anak.
BPOM pun akhirnya menerbitkan Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 Tentang Label dan Iklan Pada Produk Susu Kental Manis dan Analognya (Kategori Pangan 01.3). Dalam edarannya, surat edaran tertanggal 22 Mei 2018 tersebut diterbitkan dalam rangka melindungi konsumen utamanya anak-anak dari informasi yang tidak benar dan menyesatkan, perlu diambil langkah perlindungan memadai.
Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, ada dua poin penting dalam surat edaran tersebut. Pertama, mengenai label dan iklan produk agar memperhatikan larangan menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 tahun, larangan menggunakan visualisasi bahwa produk susu kental manis disertakan dengan produk susu lain sebagai menambah atau pelengkap gizi.
Kemudian larangan menggunakan visualisasi gambar susu cair dan atau susu dalam gelas disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman. Selain itu larangan ditayangkan pada jam tayang acara anak-anak.
"Kedua, baik produsen, importir maupun distributor produk susu kental manis harus menyesuaikan dengan Surat Edaran paling lama enam bulan sejak ditetapkan," tutur dia berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (31/5)