Jumat 06 Jul 2018 04:00 WIB

Presiden Sukarno Menggugat Jargon “Kerja, Kerja, Kerja”

Kemapuan berbicara itu sangatlah urgen untuk membangun semangat.

Multazam Zakaria
Foto: dok. Pribadi
Multazam Zakaria

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Multazam Zakaria, Direktur The Madani Institute Belitung

 

Pada 1933, sekelompok yang menamakan diri “Kaum Nasionalis Konstruktif” mengkritik Ir Sukarno.  Penyebabnya, karena Sukarno sering tampil berbicara. Sukarno dianggap terlalu banyak retorika dan gembar-gembor di atas podium dan surat kabar. 

Atas tudingan itu, Sukarno menulis di Harian Pikiran Rakyat dengan judul “Sekali lagi: Bukan ‘Djangan Banjak Bitjara, Bekerdjalah! Tetapi Banjak Bitjara dan Banjak Bekerdja” 

Dalam tulisannya itu, dia mengaskan, bahwa kemampuan berbicara itu sangatlah urgen untuk membangun semangat, menggugah kesadaran dan keinsafan politik, guna mengisi gedung kejiwaan yang kosong demi terbebasnya rakyat dari belenggu imperealisme. “Artileri kejiwaan yang menurut sejarah dunia akhirnya adalah artileri yang satu-satunya yang bisa menggugurkan suatu stelsel”.

Di zaman kita saat ini, kembali populer satu jargon yang dianggap hebat yaitu, “kerja, kerja, kerja.” Tidak ada kata lain dalam jargon atau slogan ini selain “kerja”. Apakah slogan ini terilhami dari kelompok yang mengaku Nasionalis Konstruktif yang dulu telah mengkritik Soekarno? Wallahua’lam

Dari dua kubu pemikiran ini, manakah yang lebih baik? Mari kita timbang dengan neraca Alquran. Dalam surat al-‘Ashr Allah berfirman: “Demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan saling memberikan wasiat dengan kebenaran dan dan saling berwasiat dengan kesabaran.”

Jika kita memperhatikan surat ini, maka kita akan menemukan satu urutan yang jelas; bahwa Iman adalah pondasi sebuah keberhasilan; lalu etos kerja sebagai pembuktiannya; dan kemudian dua kali Allah menyebutkan tentang berbicara, yaitu yang pertama berbicara dalam kebenaran, dan berbicara dalam kesabaran. 

Ini menunjukkan, bahwa antara bekerja dan berbicara tidak bisa dipisahkan. Ia seperti dua sisi uang logam yang saling menyempurnakan. Dan seorang pemimpin sangat penting untuk pandai dalam melakukan keduanya, karena dengan demikian, maka pemimpin bukan hanya menjadi seorang pekerja atau karyawan administrasi, lebih dari itu ia akan menjadi inspirator bagi rakyatnya. 

Pemimpin masa depan yang sedang dinantikan oleh bangsa ini adalah persis seperti yang tergambar dalam Surat Al-‘Ashr di atas: Beriman, memiliki etos kerja yang hebat, pandai berkomunikasi dan membangkitkan semangat dan harapan rakyatnya. Dengan demikian kita akan mampu melaksanakan amanah “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya” seperti yang ada dalam lagu yang kita nyanyikan setiap apel bendera. 

Sudah siapkan Indonesia menyambut pemimpin inspirator itu? Silakan Anda jawab sendiri.

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan kebaikan di antara kamu, sungguh Dia akan menjadikan mereka menjadi pemimpin di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan pemimpin orang-orang sebelum.”(QS. An-Nuur: 55)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement