Kamis 05 Jul 2018 12:06 WIB

150 Ribu Anak di NTB Mengalami Stunting

Stunting disebabkan karena kurang gizi dalam seribu hari kehidupan.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Dwi Murdaningsih
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil
Foto: BBC
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Anak kerdil (stunting) masih menjadi salah satu persoalan bagi Indonesia. Staf ahli Bidang Sosial dan Kemasyarakatan Setda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Nurhandini Eka Dewi mengatakan stunting juga masih menjadi masalah di NTB. Jumlanya mencapai 150 ribu anak.

Ia menjelaskan, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kata dia, kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1000 hari pertama kehidupan. Namun, stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.

"Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap

penyakit, dan penurunan produktivitas. Di kita, rata-rata stunting muncul sejak dalam kandungan," ujar Nurhandini di Lombok Tengah, NTB, Kamis (5/7).

Dia menyebutkan, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar 2007, rata-rata tinggi badan anak yang lahir di NTB itu minus satu standar deviasi (SD) yang dalam kartu menuju sehat (KMS) masuk kategori kuning atau tidak normal. Menurutnya, potensi stunting sudah muncul sejak dalam kandungan maka kalau hendak mengatasinya bukan pada anaknya melainkan sejak ibu hamil trimester pertama harus diawasi gizinya.

"Kalau misalnya ibu hamil kurang gizi di trimester kedua, kita kasih makam anaknya lahir besar tapi tinggi badan pendek," ucap dia.

Berdasarkan riset kesehatan dasar 2013, kata dia, jumlah stunting di NTB mencapai 37 persen atau sekitar 150 ribu anak. Namun, beberapa tahun kemudian terus menyusut hingga 32 persen.

"Jumlahnya mirip angka nasional, jadi stunting itu bukan hanya masalah di NTB tetapi masalah di Indonesia," kata dia.

Nurhandini menyambut positif gerakan rembuk desa pencegahan stunting oleh

(Human Development Worker/HDW), Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi di 100 desa seluruh Indonesia.

"Sekarang mengatasi stunting berbasis desa, kalau dulu kan hanya orang kesehatan, sekarang kita fokus di desa-desa. Ada 10 desa pertama di NTB di Lombok Tengah, tahun depan ada 60 desa," ujar Nurhandini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement