Kamis 05 Jul 2018 00:14 WIB

MK Disarankan Segera Putus Gugatan Parliamentary Threshold

Uji materi presidential threshold didaftarkan oleh 12 pakar dan praktisi hukum ke MK.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (14/11).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (14/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara sekaligus sebagai ahli, Refly Harun menegaskan agar pengajuan uji materi terkait presidential treshold atau ambang batas pencalonan presiden dapat diputuskan dengan cepat. Oleh karena itu, dia menyarankan agar Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan putusan, setidaknya pada akhir bulan Juli ini.

"Konstitusi calon tidak dirugikan kalau permohonan itu dikabulkan. Karena itu menurut saya yang paling bagus adalah mungkin akhir Juli sudah dapat diputuskan, jelas Refly Harun saat dihubungi melalui telepon, Rabu (4/7).

Disamping itu, hakim konstitusi juga sudah paham terkait hal itu, kapan mereka harus segera memutuskan. Kemudian, Refly mengaku memiliki pengalaman ketika mengajukan uji meteri mengenai hak memilih warga negara.

Menurut Refly, dia mengajukan gugutan hak memilih warga negara hanya beberapa hari sampai kemudian diputuskan. "Tapi yang lebih spektakuler adalah sidangnya cuma sekali saja. Jadi sidangnya itu jam 10 pagi dan diputuskan jam lima sore," tambahnya.

Memang pada 6 Juli 2009 silam atau dua hari menjelang Pilpres 8 Juli 2009, MK memutuskan persyaratan pemilihan umum presiden seperti tercantum dalam UU 42/2008 dengan memperbolehkan warga negara memilih hanya dengan menunjukkan KPT yang berlaku ditambah Kartu Keluarga. Saat itu, Rafly dan Maheswara Prabandono meminta MK membatalkan ketentuan DPT yang tercantum dalam UU No 42/2008 tentang Pemilu Presiden. 

Refly Harun dan Maheswara Prabandono sendiri kehilangan hak pilih mereka dalam Pemilu Legislatif pada April 2009 karena nama mereka tidak tercantum dalalm DPT. Refly mengatakan bahwa masalah tersebut lebih besar dibanding saat ini. Karena menyangkut jutaan pemilih yang tercantum.

Kemudian terkait ketakutan partai politik jika putusan itu baru diluarkan beberapa saat menjelang pilpres, Refly meminta agar mereka mengantisipasi. Salah satunya adalah dengan menyiapkan rencana A jika MK tidak mengabulkan dan rencana B jika mengabulkan.

"Prinsip demokrasi di Indonesia adalah pintu itu dibuka selebar-lebarnya, ketika orang masuk ke dalam pintu tersebut, aturan penyelenggaraan pemilunya yang diperketat," tutup Refly.

Sebelumnya, sebanyak 12 orang yang terdiri dari pegiat pemilu, mantan ketua KPK, dan akademisi mengajukan permohonan uji materi ke MK tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden di Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ke-12 orang tersebut adalah Rocky Gerung, Busyro Muqoddas, Hadar Navis Gumay, Bambang Widjojanto, Dahnil Azhar Simanjuntak, dan Titi Anggraini dengan kuasa hukum Denny Indrayana.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement