REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Surabaya masih mengkaji unsur pidana dalam kasus pasangan suami istri mencoblos ganda. Pencoblosan ganda ini berakibat digelarnya coblos ulang di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 45, Manukan Kulon, Ahad (1/7).
"Kami sangat berhati-hati didalam mengambil keputusan karna ini menyangkut nasib orang," kata anggota Panwaslu Surabaya Novli Thyssen di Surabaya.
Menurut dia, Panwaslu sudah memanggil sembilan saksi untuk dimintai keterangan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran pidana pemilihan dalam Pilkada Jatim 2018 pada Jumat (29/6). Pemanggilan para saksi tersebut, kata dia, terkait dengan adanya dugaan pelanggaran pasal 187a Undang-undang Nomor 10 Tahun 2018.
"Kami mengundang sembilan saksi untuk melengkapi alat bukti apakah unsur-unsur pidana yang disangkakan pada pasal 178a itu terpenuhi," katanya.
Namun karena persoalan ini masuk ranah pidana pemilihan, kata dia, maka diproses melalui sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang didalamnya ada Panwaslu, kepolisian dan kejaksaan. "Kami sudah melakukan pembahasan pertama, kemudian tahap klarifikasi para saksi, tahap berikutnya adalah pembahasan kedua," katanya.
Dalam pembahasan kedua ini, kata dia, akan keluar kesimpulan hasil kajian apakah memenuhi unsur pidana atau tidak. Kesimpulan dalam pembahasan kedua tersebut menjadi pertimbangan pleno komisioner Panwaslu untuk menentukan ditindak lanjuti ke tingkat penyidikan atau tidak.
Adapun yang dipanggil Panwaslu sebagai saksi di antaranya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 49, saksi pasangan Cagub-Cawagub Jatim pada saat itu bertugas di TPS, Pengawas TPS, pelapor dan terlapor. Selagi penangganan pidana pemilihan berproses, kata dia, penindakan pelanggaran administrasi pemilihan juga sudah dilakukan oleh Panwaslu.
Panwaslu di antaranya merekomendasikan Pemungutan Suara Ulang (PSU) kepada KPU Surabaya khusus di TPS 49 Kelurahan Manukan Kulon, Kecamatan Tandes yang digelar pada Minggu ini. Alasan rekomendasi PSU ke KPU Surabaya, kata dia, karena ada prosedur yang tidak dilalui oleh KPPS.
Ia mengatakan pengabaian prosedur itu menyebabkan ketidakcermatan KPPS untuk memastikan pemilih yang mempunyai hak pilih mengunakan pilihannya di TPS. Akibanya, terjadi pengunaan hak pilih orang lain.
Sehingga, kata dia, hasil pemilihan di TPS tersebut tidak bisa dipergunakan dan wajib PSU. Hal ini sebagaimana di atur dalam pasal 112 ayat 2 huruf d UU Nomor 1 Tahun 2015 yang berbunyi pemungutan suara di TPS dapat diulang jika dari hasil penelitian dan pemeriksaan panwascam terbukti terdapat lebih dari seorang pemilih mengunakan hak pilih lebih dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda.
Selain itu, lanjut dia, panwaslu masih menyelidiki apakah ada indikasi lain berupa adanya gerakan masif yang memanfaatkan orang-orang tertentu untuk melakukan coblos ganda di TPS yang berbeda. "Itu yang kami masih dalami. Paling lambat Senin (2/7) sudah ada hasilnya karena kami menggelar rapat pleno," katanya.