Sabtu 30 Jun 2018 16:41 WIB

Penjelasan SMRC Soal Hasil Survei Meleset dengan Quick Count

Akurasi hasil survei tergantung banyak hal.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMCR) Djayadi Hanan.
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMCR) Djayadi Hanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan menilai melesetnya hasil survei berbagai lembaga survei dengan hasil hitung cepat KPU disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah terkait kapan survei tersebut dilakukan.

"Survei itu adalah potret ketika survei dilakukan. Bisa saja survei itu digunakan sebagai indikasi perolehan suara kandidat pada hari H. Akurasi tergantung banyak hal. waktu, kapan survei dilakukan. Bukan ketika  kapan survei dipublikasikan," ujar Djayadi, Sabtu (30/6).

Dalam exit poll yang dilakukan SMRC, Djayadi mengungkapkan sebanyak 42 persen pemilih mulai mantap memilih pilihannya sekitar tiga pekan sebelum pencoblosan. Dengan demikian menurutnya hasil survei sangatlah dinamis.

"Mengapa terjadi perubahan itu dalam waktu yang singkat, kalau diperhatikan pemilih Rindu, Duo DM, Asyik, dari segi afiliasi pada pilihan presiden itu berhimpit sehingga  banyak pendukung Prabowo yang beralih antara antara ke DM dan Rindu," jelasnya.

Ia menjelaskan, baru pada tiga pekan terakhir terjadilah sentimen berbalik ke Prabowo. Ia menilai meskipun efek tanda pagar 2019 Ganti Presiden itu ada namun ia menjelaskan proses perubahan hasil yang cepat itu baru pada  kembalinya pendukung yang berhimpit di antara dua pilihan tadi (Ridwan Kami - Uu dan Deddy Mizwar Dedi Mulyadi) ke Prabowo.

Ia pun menegaskan tidak ada sama sekali pengaruh survei kepada publik. "Sampai hari ini perilaku memilih ini tidak ada pengaruh yang konklusif," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono pun menyoroti lembaga-lembaga survei yang memberikan hasil survei meleset. ia menganggap selisih hingga 20 persen lebih menurutnya tidaklah masuk akal.

"Kalau selisih cuma lima persen masih masuk akal, ini makin error di luar kerangka cara berpikir metodologis. Kalau (kesalahan) metodologi dia berlaku sama (di daerah lain)," kata Ferry di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (30/6).

Ia pun mencurigai adanya upaya penggiringan yang dilakukan oleh lembaga survei untuk memenangkan pasangan calon tertentu. Untuk menghindari dugaan tersebut, ia pun menyarankan lembaga survei untuk melibatkan partai bersama-sama dalam melakukan survei.

"Kalau enggak melibatkan partai-partai atau tak terbuka mengungkapkan siapa penyandang dana, nanti curiga. Apalagi kalau terdapat kesalahan yang sangat fatal," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement