REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB), Afriansyah Ferry Noor, mengaku belum mendapat laporan dari DPC PBB di Kota Makassar terkait hasil Pemilihan Walikota (Pilwalkot) kota Makassar. Berdasarkan hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei, pasangan calon tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi menelan kekalahan atas kotak kosong pada gelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada Rabu (27/6).
Padahal, pasangan tersebut diusung oleh 10 partai politik (parpol). Di antaranya Partai Golkar, Partai Nasdem, PKS, PAN, PPP, PDI-P, Partai Hanura, PBB, Partai Gerindra dan PKPI. "Saya belum pantau dan belum dapat laporan dari daerah semua, karena mereka masih nunggu hasil real KPU," kata Afriansyah, saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (30/6).
Baca: Pilkada 2018 Cerminan Kegagalan Kaderisasi Parpol
Ia mengatakan, yang terjadi di Makassar bukan kotak kosong. Karena di sana, salah satu paslon didiskualifikasi oleh KPU. Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto) dan pasangannya Indira Mulyasari sebelumnya mencalonkan diri dalam Pilwalkot Kota Makassar ini. Namun, pasangan ini didiskualifikasi oleh KPU Kota Makassar pada April lalu setelah dinyatakan oleh Mahkamah Agung terbukti melanggar ketentuan pemilu, dengan menggunakan jabatan dan kewenangan untuk kepentingan politik. Sehingga, hanya ada satu pasangan calon yang maju di Pilwalkot kota Makassar.
Selain Makassar, sejumlah daerah lain seperti di Pilwalkot Wilayah Lebak, Banten, dan Pilwalkot Tangerang, memperlihatkan kotak kosong menang sementara atas pasangan calon tunggal di sana. Menanggapi ini, Afriansyah memandang banyaknya trik yang dimainkan paslon agar mereka bisa maju tanpa lawan.
Ia mengatakan, paslon tersebut mengambil semua parpol yang memiliki kursi dengan cara apapun. Sehingga, pasangan lain tidak bisa maju. Menurutnya, paslon tersebut berpikir dengan melawan kotak kosong, mereka bisa dengan mudahnya memenangkan pemilihan.
Afriansyah mengatakan, paslon tunggal itu tidak menyadari jika pemilih juga memiliki hak untuk memilih kotak kosong. Ini merupakan hak warga untuk tidak memiliki pasangan yang mereka anggap tidak cocok.
"Sehingga, syarat 50 persen lebih kalau dengan kotak kosong mereka tidak dapat, bahkan kotak kosong justru dipilih, sehingga bisa lebih dari 50 persen. Ya mereka kalah. Jadi cara-cara yang tidak sehat dari paslon ini yang mereka tidak sadari, padahal mereka tidak dipilih," lanjutnya.
Afriansyah menambahkan, bahwa paslon tunggal tersebut merasa sangat percaya diri (pede) dan yakin bahwa mereka bisa menang. Padahal, mereka belum tentu menang. Dan terbukti kini banyak paslon tunggal yang tumbang.
"Iya paslon incumbent jangan berharap menang kalau mereka berkelakuan dan dalam memimpin tidak baik, dan membuat daerahnya tidak maju. Mereka jangan lagi memborong partai dengan segala cara, tapi lawan kotak kosong kalah, kan malu," ujarnya.
Di sisi lain, paslon Munafri-Rachamatika (Appi-Cicu) justru mengklaim bahwa pihaknya unggul atas kotak kosong di Pilwakot kota Makassar. Mereka mengklaim berdasarkan hasil real count internal, bahwa mereka menang sebanyak 53,21 persen dari kotak kosong sebesar 47,79 persen. Walaupun begitu, mereka juga mengatakan menunggu hasil real count KPUD Makassar yang resmi.