Sabtu 30 Jun 2018 12:18 WIB

Koalisi Pilpres 2019, Posisi Tawar Sejumlah Parpol Naik

Naiknya nilai tawar ini akan membuat negosiasi menjadi lebih alot.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi penghitungan suara
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ilustrasi penghitungan suara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto menilai koalisi Pilpres 2019 mendatang masih cukup cair. Berbagai peluang dalam Pilpres 2019, baik itu pasangan dari pejawat Joko Widodo atau calon yang akan diusung koalisi partai oposisinya, masih terbuka lebar. 

Hal ini karena hasil Pilkada 2019 akan membuat sejumlah partai pendukung memiliki nilai tawar yang lebih tinggi. Arif menambahkankalangan partai oposisi yang mendapat kemenangan di sejumlah wilayah menunjukkan partai tersebut memiliki kinerja yang baik. 

"Posisi tawar partai politik mengalami pergeseran. Partai dengan jumlah kemenangan lebih banyak berpeluang menaikkan posisi tawar," kata dia kepada wartawan, Jumat (29/6).

Baca Juga: Akankah Presiden Jokowi Menang Mudah di Pilpres 2019?

Sejumlah parpol yang meraih hasil baik pada Pilkada Serentak 2018, yakni Partai Nasdem, PAN, dan PPP. PAN meraih sepuluh kemenangan dari 17 pilkada tingkat provinsi.

Sementara pasangan calon yang diusung oleh PPP memenangkan pesta demokrasi di tiga provinsi di Pulau Jawa, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Bahkan, PPP turut menyumbangkan kader pada kemenangan di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Arif menambahkan, naiknya nilai tawar ini akan membuat negosiasi menjadi lebih alot. "Seandainya nanti cawapresnya sudah fix, masih mungkin bargaining position atau posisi tawar mengenai tawaran program, dan seterusnya sampai pembentukan kabinet dari partai-partai pendukung," kata Arif. 

Kendati demikian, Arif menggarisbawahi, hasil Pilkada Serentak 2018 juga mneunjukan ketokohan menjadi alasan penting kemenangan calon. Karena itu, posisi partai bukan merupakan satu-satunya faktor yang perlu diperhatikan dalam memenangkan Pilpres 2019. 

"Saya kira tidak ada faktor tunggal. Bahwa figur itu penting tentu saja iya, tetapi figur itu tidak akan mungkin secara otomatis mendapat suara tanpa bekerjanya mesin partai, begitu pula mesin partai bukan satu-satunya faktor," kata Arif menegaskan.

Baca Juga: Dukungan Golkar ke Jokowi, Solidkah?

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement