Sabtu 30 Jun 2018 09:56 WIB

Inikah Akhir Era Ojek Online?

MK memutuskan ojek online tidak termasuk angkutan umum padahal sangat dibutuhkan.

 Ratusan pengemudi ojek online (Ojol) melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (27/3).
Foto: Republika/Wihdan
Ratusan pengemudi ojek online (Ojol) melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (27/3).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Debbie Sutrisno, Melisa Riska Putri

Pemerintah memastikan keberadaan ojek daring akan tetap eksis melayani kebutuhan transportasi masyarakat. Hal ini menanggapi penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan uji materi Pasal 47 Ayat (3) UU LLAJ yang diajukan para pengemudi ojek online (ojol).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai, putusan MK sudah pasti mempertimbangkan semua aspek. Salah satu cara ojol tetap ada, yaitu memberikan kewenangan pengelolaan kepada pemerintah daerah (pemda).

Sebab, dia menegaskan, ojol adalah keniscayaan yang terjadi dan sudah banyak memberikan suatu layanan. "Jadi, sekalipun tidak masuk itu (putusan MK), kita akan melimpahkan itu (ojol) kepada pemda," ujar Budi, Jumat (29/6).

Budi menuturkan, revisi aturan terkait keberadaan transportasi ini bisa saja dilakukan. Namun, tetap harus melihat apakah revisi itu menjadi sebuah urgensi atau tidak.

Sejauh ini, Kementerian Perhubungan melihat tidak ada urgensi yang mendesak revisi aturan demi keberlangsungan ojol. Tak terkecuali urgensi revisi Undang-Undang Lalu Lintas, meski sudah ada jutaan masyarakat yang menjadi pengemudi ojek daring tersebut.

"Makanya, formulanya nanti kita tentukan dengan satu cara tertentu, karena ini upaya kita supaya mereka (ojol) tetap eksis," kata Budi.

Pada Kamis (28/6), MK menolak permohonan uji materi Pasal 47 Ayat (3) UU LLAJ dari para pengemudi ojol yang tergabung dalam Tim Pembela Rakyat Pengguna Transportasi Online atau Komite Aksi Transportasi Online (Kato).

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di gedung MK.

Para pemohon merasa Pasal 47 Ayat (3) UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) dan Ayat (2), serta Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 sehingga berlakunya pasal //a quo// menimbulkan kerugian hak konstitusional para pemohon.

Mereka berkeberatan dengan UU LLAJ yang tidak mengatur motor sebagai angkutan umum. Padahal, yang terjadi saat ini menunjukkan pesatnya perkembangan ojek daring.

Fenomena ojek daring dinilai bukan persoalan konstitusional. Dalam putusan ini, MK tak lantas melarang ojek daring beroperasi, sebagaimana adanya ojek pangkalan yang selama ini yang tetap beroperasi meski UU tak mencantumkan motor sebagai transportasi umum.

Terkait rencana pelimpahan ojol ke pemda tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penolakan legalisasi ojek daring sebagai alat transportasi umum.

Namun, dia enggan menanggapi lebih jauh lantaran khawatir berbuntut panjang. "Ramai dong nanti. Pokoknya kita taati dulu putusan MK sambil kita lihat. Belum ada catatan khusus," kata dia di Balai Kota, Jumat.

VP Corporate Communications Gojek Michael Say mengatakan, pihaknya menghargai dan menghormati keputusan MK terkait status hukum ojek daring. "Kami percaya, pemanfaatan teknologi merupakan cara yang paling cepat dan tepat untuk membantu masyarakat Indonesia meningkatkan kesejahteraannya," ujar dia.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, pengaturan ojol kepada pemda tepat. Penyelenggaraan ojol dapat diatur pemda untuk sementara waktu, baik wilayah operasi maupun jam operasinya.

"Kepala daerah harus mulai memikirkan ini bukan sekadar janji saat kampanye, tetapi segera diwujudkan," ujar dia.

Pemda seharusnya memberi layanan transportasi umum yang terintegrasi dan menggapai setiap kawasan permukiman dan perumahan.

Dia menjelaskan, kehadiran layanan angkutan berbasis teknologi telah menjadi alternatif kendaraan idaman bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di perkotaan, termasuk ojol, yang dianggap sebagai transportasi yang efektif dan efisien. Publik menganggap murah dan mudah memperolehnya.

Pada prinsipnya, kata dia, sepeda motor dapat digunakan untuk mengangkut orang dan barang. Sepeda motor untuk angkut barang sudah berlangsung lama. Pengiriman surat (melalui pos) atau dari beberapa rumah makan sudah menggunakan sepeda motor.

Dalam perkembangannya tidak hanya barang yang diangkut, tetapi orang. Hal tersebut memunculkan adanya ojek pangkalan (opang). Dengan kemajuan teknologi, transportasi daring bukan hanya menyasar roda empat, juga roda dua. Sepeda motor dapat mengangkut orang, tetapi bukan sebagai angkutan umum.

Menurut dia, dalam kondisi transisi seperti sekarang, ojek masih dapat beroperasi dalam wilayah yang terbatas. Bukan harus beroperasi hingga di jalan-jalan utama dalam kota, seperti yang terjadi sekarang di banyak kota di Indonesia.

Dia menjelaskan, mengapa ojol riskan sebagai angkutan umum. Data Korlantas Polri menunjukkan keterlibatan sepeda motor dari keseluruhan kecelakaan 2015 sebesar 70 persen. Pada 2016 (71 persen) dan pada 2017 (71 persen).

Dia meminta pemerintah tidak terlalu lama membiarkan bisnis ojek daring angkut orang. Hentikan segera ojol sepeda motor untuk mengangkut orang. Dialihkan pada bisnis angkutan umum yang lebih layak.

Negara, kata dia, harus hadir melindungi mereka bukan membiarkan menjadi bahan bulan-bulanan aplikator perusahaan daring seolah memberi lapangan pekerjaan dan mengatasi pengangguran.

"Sebenarnya pilihan bajaj untuk angkutan umum lingkungan lebih tepat. Bajaj memiliki kapasitas lebih besar, serta terlindungi dari terik matahari dan air hujan," kata dia yang juga peneliti Lab Transportasi dan Staf Pengajar Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Semarang.

Pengalaman Bangkok

Lebih lanjut Djoko menyebut, keberhasilan pengaturan ojol di sejumlah negara. Bangkok, Thailand adalah kota yang dapat mengatur keberadaan ojek. Ojek dibolehkan beroperasi di jalan kolektor atau penghubung, ada seragam berwarna oranye, terdaftar, dan diawasi pengoperasiannya.

Di Beijing, Shanghai dan kota besar di Cina juga terdapat ojek sepeda motor, tetapi tidak selaris di Indonesia. Sebab, layanan jaringan angkutan umum sudah bisa menyasar hingga kawasan permukiman dan tarifnya murah.

Naik bus 1 yuan (Rp 2.000), menggunakan kereta 2 yuan setara Rp 4.000. Inilah yang menjadi tantangan para kepala daerah untuk segera bangkit membangun transportasi umum di daerah masing-masing yang kian terpuruk.

Respons pengemudi ojek online

Pengemudi ojek daring mengaku tak terlalu menghiraukan putusan MK ini. Mereka mengaku tetap akan bekerja seperti biasa selama tak dilarang beroperasi.

"Apapun keputusannya, kalau kita memang bisa berjalan, mengapa tidak. Karena kita perlu membantu, ya kita akan terus dan tambah bersemangat," kata Adi Suhadi dalam kegiatan ngobrol bareng mitra Go-Jek di Go-Food Festival di Gelora Bung Karno, Jumat (29/6).

Adi merupakan pendiri gerakan Gojek Peduli Anak Yatim (Go-PAY). Ia mengatakan akan terus menjadi pengemudi ojek daring dengan terus berkegiatan sosial menyantuni anak yatim. Kini, dengan menggordinasi teman-temannya, Adi setiap bulan menyantuni 150 anak yatim.

Hal yang sama juga diungkapkan Endang Irawan. Pengemudi Gojek yang sudah bergabung menjadi mitra selama tiga tahun ini mengaku tak akan terpengaruh dengan putusan MK. Endang mengaku akan tetap terus bekerja seperti biasa.

"Rezeki itu dari Allah, meskipun kita ngojek tiap hari kalau rezeki begitu ya sudah ikhlas dan sabar," kata dia.

Endang kini mengatakan, kini membina pesantren tahfizh Qur’an di wilayah Ciomas, Bogor. Dia bahkan mengaku menyisihkan sebagian dari penghasilannya dari 'ngojek' untuk membangun dan membina pesantren tersebut. Ia mengatakan tak berpikir apapun terkait putusan MK selama ojek daring masih bisa beroperasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement