REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Pascalebaran, perkara gugatan perceraian yang disidangkan di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Indramayu, melonjak. Faktor ekonomi masih menjadi penyebab utama terjadinya perceraian tersebut.
Salah seorang hakim di PA Kabupaten Indramayu, E Kurniati Imron, menyebutkan, dalam kondisi normal, perkara perceraian yang disidangkan di PA Kabupaten Indramayu rata-rata sekitar 100 kasus per hari. Namun, setelah libur lebaran hingga saat ini, perkara perceraian yang disidangkan majelis hakim rata-rata sekitar 150 perkara per hari.
‘’Jumlah itu belum termasuk sidang (perkara perceraian) keliling di daerah yang jauh, yakni di Kecamatan Krangkeng dan Anjatan,’’ kata Kurniati, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (26/6).
Untuk di Kecamatan Krangkeng, persidangan perkara perceraian juga melayani daerah-daerah lain di sekitarnya di wilayah Indramayu timur. Begitu pula di Kecamatan Anjatan, persidangan itupun melayani daerah-daerah lain di wilayah Indramayu barat dan sekitarnya.
Baca juga: Ratusan Ribu Kasus Perceraian Terjadi dalam Setahun
Kurniati menyebutkan, meningkatnya perkara perceraian yang disidangkan pasca libur lebaran itu lebih diakibatkan karena adanya libur panjang dan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah selama lebaran Idul Fitri 2018. Hal itu yang menyebabkan persidangan yang semestinya digelar menjadi tertunda dan menumpuk.
Kurniati mengakui, angka perceraian di Kabupaten Indramayu memang tinggi. Bahkan, menempati urutan kedua di Jabar. Sejak awal tahun hingga saat ini, ada sekitar 4.000 perkara perceraian yang didaftarkan ke PA Kabupaten Indramayu.
Jumlah itupun tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2017, terdapat 8.155 perkara perceraian yang didaftarkan dan 7.665 perkara perceraian yang diputus.
Sedangkan pada 2016, terdapat 8.300 perkara perceraian yang didaftarkan. Dari jumlah itu, perkara yang diputus majelis hakim ada 7.594 perkara.
‘’Masalah ekonomi menjadi faktor utama penyebab perceraian di Indramayu,’’ terang Kurniati.
Kurniati menilai, masalah ekonomi itu di antaranya menyangkut kurangnya tanggung jawab menafkahi dari suami selaku kepala keluarga. Masalah tersebut juga memicu timbulnya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus di antara suami istri.
Tak hanya itu, lanjut Kurniati, banyaknya istri yang menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri juga menjadi salah satu penyebab terjadinya perceraian. Pasalnya, selama sang istri bekerja ke luar negeri, ternyata suaminya berselingkuh dan menghambur-hamburkan kiriman uang dari istrinya.
‘’Akhirnya sang istri mengajukan gugatan cerai,’’ tutur Kurniati.
Kurniati menambahkan, selain masalah ekonomi, tingginya angka perceraian di Indramayu juga dikarenakan adanya pasangan suami istri yang tidak menganggap pernikahan sebagai hal yang sakral. Karena itu, mereka mudah memutuskan bercerai saat ada masalah dalam rumah tangga.
Lebih lanjut Kurniati menjelaskan, dari jumlah perkara perceraian, cerai gugat (diajukan oleh istri) lebih besar dibandingkan cerai talak (diajukan oleh suami). Seperti misalnya, sepanjang 2017, dari total 7.665 perkara perceraian yang diputus, 5.264 perkara di antaranya merupakan cerai gugat.
Baca juga: Muhammadiyah: Perceraian Tantangan Umat Masa Kini