Sabtu 23 Jun 2018 17:11 WIB

Kampanye Oposisi Turki dari Balik Jeruji

Pemilu kali ini akan menempatkan presiden dengan kekuatan terbesar di Turki

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berpidato di hadapan pendukungnya.
Foto: Yasin Bulbul/Presidential Press Service via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berpidato di hadapan pendukungnya.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rizkyan Adiyudha

ANKARA -- Kelompok Kurdi di Turki menjadi salah satu kelompok yang sedikit banyak akan menentukan hasil pemlilihan umum presiden. Kolompok tersebut memiliki suara yang cukup signifikan di negara tersebut.

Suara kelompok kurdi di Turki biasanya terbagi dalam dua partai. Sebagian mendukung partai penguasa, Justice and Development Party (AKP). Sementara separuh lainnya mendukung gerakan sayap kiri yang dijalankan oleh People's Democratic Party (HDP).

Terpecahnya suara kelompok tersebut dapat terlihat dalam dua pemungutan suara kepala pemerintahan negara terakhir. HDP mencalonkan Selahattin Demirtas sebagai bakal calon Presiden Turki. Sumber suara Demirtas dan HDP berasal dari kaum muda dan Liberal pada 2010 lalu.

Namun demikian, Demirtas dan beberapa pejabat partai HDP tengah mendekam di penjara sejak 2016 lalu. Mereka dituduh memiliki hubungan dekat dengan militan Kurdistan Workers Party (PKK).

Demirtas telah menjalani masa persidangan sejak Desember tahun lalu. Jika terbukti, dirinya terancam hukuman kurungan hinggga 142 tahun. Demirtas tak pelak membantah semua tuduhan yang ditujukan kepada dirinya.

Mendekam di penjara membuat Demirtas tak bisa melakukan kampanye secara langsung kepada rakyat Turki. Dirinya terpaksa mengandalkan sosial media dan penasehat hukumnya yang kerap berkunjung ke rumah tahanan untuk menyentuh warga melalui kampanye.

Jika kampanye yang dilakukan HDP berhasil, maka hal tersebut sedkkit banyak akan mempersulit calon pejawat untuk memperoleh kursi mayoritas di parlemen. HDP membutuhkan sedikitnya 10 persen suara guna menghambat koalisi Erdogan menelan bulat-bulat total 600 kursi di Parlemen.

Seperti diketahui, partai yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan, AKP telah membentuk koalisi bernama People's Alliance bersama dengan partai gerakan nasionalis sayap kanan (MHP). Mereka akan menghadapi koalisi Nation Alliance yang dipimpin oleh partai oposisi haluan kiri (CHP) dan partai sayap kanan IYI.

Nation Alliance telah mengusung Muharrem Ince sebagai bakal calon presiden mereka. Kedua koalisi tersebut diperkirakan bakal saling berebut jumlah kursi yang tersedia di parlemen negara.

Kondisi tersebut membuat HDP sebagai salah satu partai yang belum bergabung dengan koalisi manapun. Kendati, Demirtas mengatakan, akan membantu koalisi manapun yang maju menentang pencalonan Erdogan sebagai kepala pemerintahan jika pemungutan suara berlanjut ke tahap kedua.

"Satu-satunya alasan mengapa saya berada di penjara adalah karena AKP takut pada diri saya," kata Demirtas sepeti diwartakan Aljazirah, Sabtu (23/6).

Meski mendekam dibalik jeruji, Demirtas tetap diperkenankan maju sebagai kandidat presiden. Ini menyusul haluan partai yang menjunjung demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan berpolitik.

Sementara, HDP merupakan partai yang mendukung gerakan Kurdi dan sempat beberapa kali dihentikan oleh pengadilan Turki sekitar tahun 1999 dan 2000. Meski demikian, partai tersebut berhasil kembali menjadi partai unggulan berkat kemenangan suara dalam parlemen pada 2015 lalu.

HDP berhasil memberikan performa gemilang dengan mendapatkan kursi di parlemen melebihi dari 10 persen. Hal itu juga didapat berkat dukungan suara dari kelompok non-Kurdi. Hasil tersebut sekaligus menjegal laju partai AKP guna mendapatkan kuris mayoritas untuk pertama kali sejak partai tersebut didirikan pada 2001 lalu.

Kandidat parlemen HDP di Istanbul Zuheyla Gulum mengatakan, partainya mewakili seluruh suara rakyat Turki. Dia mengatakan, hal tersebut terus terlihat ditengah meningkatnya rezim otoritarian di Turki.

"Kami mewakili semua lapisan masyarakat di negara ini mulai dari perempuan hingga minoritas, pekerja hingga migran. Keberagaman kami mencerminkan fakta itu," kata Zuheyla Gulum.

"Suara kelompok Kurdi penting bagi kami karena mereka menentukan kesuksesan kami. Demokrasi dan ekonomi merupakan isu yang tidak bisa diperbaiki tanpa menyelesaikan konflik Kurdi," tambahnya.

Seperti diketahui, Turki segera menjalani pemilihan umum parlemen dan presiden bersejarah pada Ahad (24/6). Pemilu kali ini akan menempatkan presiden dengan kekuatan terbesar sejak negara modern itu terbentuk dan memengaruhi dinamika regional.

Bentuk presidensialisme Tukri diusulkan oleh Erdogan dan partainya pada tahun lalu. Warga lantas sepakat untuk memindahkan kekuasaan tertinggi dari tangan perdana menteri ke presiden yang akan dipilih melalui pemilu nanti.

Artinya, selepas pemilu posisi perdana menteri dan kekuasaan eksekutif diserahkan ke tangan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden terpilih selanjutnya berhak menentukan wakil presiden beserta menteri dan birokrat juga hakim.

Calon pejawat Racip Tayyip Erdogan diprediksi unggul dalam pemilu presiden dan parlemen Tukir. Kendati, media barat meramalkan jika Erdogan akan kesulitan untuk memenangi pemilu lantaran masalah ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement