Jumat 22 Jun 2018 11:56 WIB

Angket Pj Gubernur Iriawan Terus Bergulir Meski Pilkada Usai

Gerindra mengakui parpol pendukung pemerintah pasti menolak usulan hak angket.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Komjen Pol M Iriawan memberikan arahan kepada para pegawai di Lingkungan Setda Provinsi Jawa Barat, saat Apel Pagi dan Halal Bihalal, di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (21/6).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Komjen Pol M Iriawan memberikan arahan kepada para pegawai di Lingkungan Setda Provinsi Jawa Barat, saat Apel Pagi dan Halal Bihalal, di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (21/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyatakan pengajuan hak angket terhadap pengangkatan Komisaris Jenderal Polisi Mochamad Iriawan sebagai penjabat (pj) gubernur Jawa Barat (Jabar) tidak akan berhenti, meski pilkada 2018 berakhir. Angket akan terus digulirkan karena ia menilai ada pelanggaran hukum.

"Pengajuan angket itu memang butuh waktu, tapi enggak masalah sekalipun tanggal 27 Juni nanti sudah hari pencoblosan. Karena kalau ada pelanggaran konstitusi kan terus berlangsung. Tidak berhenti prosesnya, meski pilkadanya sudah selesai," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (22/6).

Riza pun menyadari kekuatan parpol pendukung pemerintah di parlemen memang tergolong lebih besar daripada parpol oposisi maupun penyeimbang. Namun, ia tidak memedulikannya sebab yang terpenting agar masyarakat mengetahui kebenarannya.

"Bagi kami, Partai Gerindra, ini bukan soal banyak atau kecilnya dukungan, tapi ini soal kebenaran. Sekalipun banyak parpol pendukung pemerintah, tapi kalau melanggar konstitusi, melanggar UU, ya salah dan melanggar. Presiden bahkan bisa di-impeachment kalau melanggar UU," ungkap dia.

Riza juga meyakini masyarakat, khususnya Jabar, tentu memberikan dukungan kepada parpol-parpol yang mengupayakan adanya hak angket untuk pengangkatan Iriawan sebagai pj gubernur Jabar. "Di parlemen, kita kalah dukungan. Tapi di publik, kita dapat dukungan penuh," ujarnya.

Menurut Riza, baru kali ini ada polisi aktif yang dijadikan pj gubernur. Pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, katanya, anggota Polri/TNI yang mengisi posisi j gubernur itu sudah pensiun, lalu dijadikan PNS.

"Kalau ini kan masih berstatus anggota Polri, enggak boleh," tuturnya.

Riza menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan tidak konsisten. Sebab, pada Februari lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah jelas membatalkan jenderal polisi menjadi pj gubernur untuk mengisi kekosongan posisi gubernur karena habis masa kepemimpinannya.

"Untuk Jawa Barat dan Sumatra Utara sudah dipertimbangkan. Nanti ada kebijakan lain yang akan kita lakukan," ujar Menko Polhukam Wiranto pada 20 Februari lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement