Jumat 22 Jun 2018 04:00 WIB

Menanti Perempuan Arab Duduk di Belakang Setir

Arab Saudi bahkan menyiapkan regulasi perempuan menjadi sopir taksi.

wanita Arab Saudi berbicang di show room mobil,
Foto: saudigazette.com
wanita Arab Saudi berbicang di show room mobil,

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Friska Yolandha*

Akhir pekan ini menjadi akhir pekan yang paling menyenangkan bagi perempuan Arab Saudi. Pasalnya, pemerintah Arab Saudi akhirnya mengizinkan kaum hawa untuk mengemudikan sendiri mobilnya.

Selama puluhan tahun, pemerintah Arab Saudi melarang perempuan berkendara sendiri dengan alasan konservatif. Namun, aktivis dan pegiat hak asasi manusia (HAM) melancarkan dan aksi keberatan selama bertahun-tahun untuk membatalkan larangan tersebut. Protes tersebut membuahkan hasil. Per 24 Juni, perempuan Arab Saudi boleh menyetir.

Arab Saudi menjadi satu-satunya negara yang memberlakukan larangan perempuan mengemudikan kendaraan. Beberapa negara Timur Tengah pernah menerapkan larangan yang sama, tapi kemudian dicabut.

Kebijakan ini dimulai pada 1957 saat Riyadh mengumumkan larangan mengemudi bagi perempuan. Dilansir The Sun, sebuah protes besar-besaran dilakukan perempuan Arab Saudi pada 1990. Setidaknya 50 perempuan mengendarai mobil sebagai bentuk protes di ibu kota Arab Saudi, Riyadh. Mereka ditangkap dan paspor mereka dibekukan. Bahkan, sebagian dari perempuan yang ikut dalam aksi tersebut kehilangan pekerjaan.

Aksi ini tidak lain sebagai respons atas terbitnya fatwa larangan mengemudi bagi perempuan. Dewan senior ulama negara menyatakan larangan tersebut merujuk pada argumentasi syar'i dan sikap atas fenomena kerusakan yang terjadi di tengah masyarakat.

Pembiaran Muslimah menyetir sangat rentan akan pelepasan jilbab yang mereka kenakan. Padahal, menutup aurat merupakan ajaran agama yang utama. Selain itu, perempuan Arab dilarang berjalan tanpa mahramnya. Sehingga, ulama menilai tidak ada manfaatnya mereka berkendara sendiri.

Namun, dekrit Raja Salman menghapus segala aturan yang ada sebelumnya. Tidak tanggung-tanggung, Otoritas Transportasi Publik (PTA) Arab Saudi bahkan tengah menyiapkan regulasi bagi perempuan yang ingin menjadi sopir taksi. Hal ini tentu untuk mengakomodasi perempuan lain yang tidak ingin disopiri oleh laki-laki.

Keputusan Raja Salman bin Abdulaziz ini diapresiasi dunia bahkan oleh negara itu sendiri. Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat Pangeran Khalid bin Salman mengatakan keputusan itu merupakan hari bersejarah dalam kerajaan Arab Saudi. "Pemimpin kami menyadari perempuan sangat penting bagi masa depan dan mendorong perekonomian," ujarnya, seperti dilansir Washington Post.

Bagi saya, menyetir adalah salah satu bentuk independensi. Menyetir bukan sekadar gegayaan tapi sebuah kemandirian. Kemampuan ini sudah terbukti membawa banyak manfaat tak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga orang lain.

Pertama kali saya memegang setir saat duduk di bangku kuliah semester keempat. Kala itu, saya mendengar ayah mengalami kecelakaan karena menyetir dalam keadaan mengantuk. Mobilnya ringsek menabrak tembok penahan longsor.

Satu-satunya yang bisa menyetir di rumah selain ayah hanya abang saya. Beliau sibuk bekerja sehingga tak bisa mengantar papa beraktivitas lintas kabupaten. Sementara saya yang masih mahasiswa tentu punya banyak waktu kesana-kemari.

Meskipun akhirnya tidak terlalu banyak membantu ayah, mengingat jalur lintas Sumatra masih tergolong ekstrem bagi sopir pemula, kemampuan menyetir saya banyak membantu ibu dan diri saya sendiri. Kami tak perlu menunggu seseorang yang bisa menyopir untuk mengantar kami ke suatu tempat. Kami bisa beraktivitas secara bebas tanpa tertahan oleh 'mencari sopir’.

Mungkin, rasa kemandirian seperti ini pula yang diinginkan para perempuan di Arab Saudi. Mereka menginginkan kebebasan tanpa perlu menanti sopir yang akan mengantar.

Selain itu, ini juga menjadi momen bersejarah bagi kerajaan Arab Saudi. Secara perlahan, Arab Saudi dapat mengurangi kekakuan aturan yang mereka miliki dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Sehingga, Arab Saudi tak lagi menjadi bulan-bulanan negara lain dengan melarang perempuan menyetir.

Bisa jadi, perekonomian negara jauh lebih berkembang dengan aturan baru ini. Dengan perempuan boleh menyetir sendiri, mereka lebih leluasa beraktivitas menghidupkan ekonomi negara. Belanja dan ngemal tak perlu lagi menunggu atau diantar orang lain.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement