Kamis 21 Jun 2018 04:19 WIB

Sambung-Menyambung Perkara Habib Rizieq, Novel, dan Iriawan

Sederet perkara dilaporkan atas Habib Rizieq pascaaksi 212

Reiny Dwinanda
Foto: istimewa/doc pribadi
Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Reiny Dwinanda*

 
Lebaran 2018 memunculkan sejumlah kejutan bagi dunia politik sekaligus hukum di Tanah Air. Kejutan pertama muncul menjelang Hari Raya.

Kala itu, channel Youtube Front TV mempublikasikan pernyataan Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab tentang keluarnya surat penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan chat sarat unsur pornografi yang melibatkannya dan Firza Husein sebagai tersangka. Sejak kasus dugaan percakapan via Whatsapp itu mencuat, pada akhir Mei 2017 Habib Rizieq dan keluarganya terbang ke Makkah, Arab Saudi.

Habib Rizieq menyatakan langkah tersebut merupakan bentuk perlawanannya terhadap kezaliman, kebatilan, dan diselewengkannya hukum oleh penegak hukum. Masyarakat pun terbelah merespons kepergian ketua Dewan Pembina GNPF MUI (sekarang GNPF Ulama) itu.

Sang pengacara, Sugito Atmo, sudah dua kali mengajukan permohonan penerbitan SP3 atas kasus yang dilaporkan oleh Aliansi Mahasiswa Anti Pornografi pada akhir Januari 2017. Investigator Bareskrim Polri akhirnya menghentikan penyidikan kasus itu lantaran pengunggah chat tak kunjung ditemukan.

Sebelumnya, Polda Jawa Barat juga menerbitkan SP3 untuk kasus dugaan penghinaan terhadap Pancasila yang dilaporkan Sukmawati Soekarnoputri pada akhir Oktober 2016. Ini artinya, ada dua kasus Habib Rizieq yang telah dihentikan penyidikannya.

Terlepas dari itu, masih ada kasus-kasus lainnya yang membuat Habib Rizieq harus berhadapan dengan proses hukum. Para pelapor sebagian membuat laporan atas ceramah Habib Rizieq.

Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP-PMKRI), Student Peace Institute (SPI), Rumah Pelita, dan Khoe Yanti Kusmiran sama-sama merasa berkeberatan dengan ceramah Habib Rizieq pada akhir Desember 2016 di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, soal perayaan Natal. Mereka menganggap isi ceramah Habib Rizieq mengandung ujaran kebencian serta berpotensi memecah kerukunan beragama.

Habib Rizieq kemudian dilaporkan Jaringan Intelektual Muda Anti Fitnah (JIMAF) dan Solidaritas Merah Putih (Solmet) yang menganggap komentar soal pecahan uang baru bergambar palu-arit sebagai bentuk provokasi. Masih soal palu-arit, Habib Rizieq membuat Eddy Soetono dan Abdullah yang berprofesi linmas tersinggung dan melaporkannya ke polisi.

Atas tujuh pelaporan untuk tiga kasus tersebut, Habib Rizieq disangkakan melanggar pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sementara itu, pada akhir Desember, sejumlah warga berdemonstrasi mendesak Polda Jawa Barat mengusut kasus salam khas Sunda "sampurasun" yang dilaporkan sejak November 2015.

Masih di bulan Januari 2017, seorang warga yang namanya disamarkan melaporkan dugaan penguasaan tanah yang tidak sah seluas 8,4 hektare di Megamendung, Jawa Barat oleh Habib Rizieq.

Terakhir, Max Evert Ibrahim Tangkudu dan tim Pembela Demokrasi Indonesia membuat laporan polisi tentang ceramah Habib Rizieq yang videonya diunggah pada pertengahan Maret 2016. Max yang baru menontonnya pada Januari 2017 merasa ceramah tersebut meresahkan dan mengancam pemuka agama Kristen.

Sederet laporan itu dibuat dalam rentang waktu antara Desember 2016-Januari 2017, setelah Habib Rizieq memimpin serangkaian Aksi Bela Islam di sepanjang Oktober sampai Desember 2016 yang menuntut mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diseret ke meja hijau atas dugaan penodaan agama.

Kecurigaan atas kemungkinan usaha kriminalisasi ulama pun muncul. Dari seabreg kasus itu, sepertinya yang paling menjadi pukulan terberat bagi seorang ulama ialah kasus dugaan terlibat aksi pornografi. Tak heran jika kemudian Habib Rizieq sampai membuat pernyataan video yang menjelaskan dia telah bebas dari segala tuduhan soal chat yang disebutnya sebagai fitnah itu.

Pernyataan video Habib Rizieq patut diapresiasi. Ia tak memperkeruh keadaan dengan memojokkan aparat kepolisian dengan sejumlah prasangka. Sebaliknya, ia justru menyampaikan ucapan terima kasih kepada polisi atas terbitnya SP3.

Di lain sisi, polisi belum mengungkap kelanjutan kasus-kasus lainnya. Padahal, itu sudah menjadi konsumsi publik.

Belum lagi  reda pembicaraan soal SP3 kasus chat fitnah, polisi kembali disorot. Kali ini, Novel Baswedan yang angkat bicara. Insiden penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu belum juga menemukan titik terang setelah satu tahun lewat.

Yang mengejutkan, Novel mengatakan pelaku penyerangan kembali menyambangi rumahnya sepulangnya dari pengobatan mata di Singapura pada Februari lalu. Sosoknya mirip dengan sketsa wajah yang beredar. Beberapa hari setelah Idul Fitri (17/6), Novel lagi-lagi menyebut keterlibatan jenderal polisi dalam kasus-kasus ancaman dan serangan terhadap pegawai KPK.

Satu lagi yang tak kalah mengejutkan ialah pengangkatan Komjen Pol M Iriawan sebagai pj gubernur Jawa Barat oleh Mendagri Tjahjo Kumolo pada Senin (18/6). Sebetulnya, wacana itu sudah dimunculkan Januari silam, namun ditentang habis-habisan oleh berbagai lapisan masyarakat.

Akhirnya, pada 23 Februari, Menko Polhukam Wiranto menyatakan pembatalan penunjukan Iriawan ysng kala itu menjabat asisten Bidang Operasi (Asops) Kapolri sebagai pj gubernur Jawa Barat dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin sebagai plt gubernur Sumatra Utara. Selepas pembatalan itu, Iriawan kemudian dilantik sebagai sestama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) pada 30 April. Sebagian masyarakat curiga perpindahan pos jabatan Iriawan hanya akal-akalan untuk memuluskan Kemendagri melegalisasi penunjukan Iriawan sebagai pj gubernur Jabar.

Langkah itu tidak saja dianggap melanggar pasal 28 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Pelantikan Iriawan juga memunculkan syak wasangka akan kemungkinan dia akan membantu pemenangan mantan Kapolda Jabar Inspektur Jenderal Polisi Anton Charlian yang berpasangan dengan calon gubernur Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin di pilkada tanggal 27 Juni mendatang.

Lebih dari itu, rakyat berhak tahu alasan di balik pengangkatan Iriawan. Pemerintah berhutang penjelasan soal itu. Jika tidak, bukan mustahil pemerintah akan dicap inkonsisten terhadap keputusannya empat bulan lalu dan dinilai tidak sensitif merespons aspirasi masyarakat.

 
*Redaktur Republika Online

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement