REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Dian Erika Nugraheny, Djoko Suceno
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo akhirnya melantik Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Komjen Polisi Muhammad Iriawan sebagai penjabat (pj) gubernur Jawa Barat (Jabar). Keputusan itu membalik pembatalan terhadap penunjukan bersangkutan yang sempat direncanakan pemerintah pada awal tahun ini.
Penunjukan Iriawan terkait berakhirnya masa jabatan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan pada 13 Juni 2018. Iriawan menggantikan posisi pelaksana harian (plh) gubernur Jabar yang sempat diisi Sekretaris Daerah Iwa Karniwa.
Acara pelantikan yang dimulai pukul 10.00 WIB kemarin dipadati oleh tamu undangan layaknya pelantikan gubernur terpilih. Karangan-karangan bunga juga tampak di lokasi pelantikan di Gedung Merdeka, Bandung.
Selepas sambutan dari mantan gubernur Ahmad Heryawan dan Iriawan, Mendagri meminta pelantikan kemarin tidak dicurigai sebagai upaya merecoki Pilkada Jabar 2018. “Tidak mungkin saya mengusulkan orang kemudian menjerumuskan Pak Presiden (Joko Widodo). Saya sesuai aturan, karena nama yang saya kirim sesuai," kata mantan sekjen PDI Perjuangan itu seusai pelantikan.
Tjahjo yakin keputusan melantik Iriawan tidak akan mengubah hasil Pilkada Jabar 2018. "Pilkada tinggal sepekan. Orang kok curiga apa?" ujarnya.
Nama Komjen Iriawan sebelumnya diajukan menjabat pelaksana tugas (plt) gubernur Jabar oleh Mendagri pada awal tahun ini. Ia saat itu menjabat sebagai asisten kapolri bidang operasi. Iriawan diajukan bersama Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin sebagai plt gubernur Sumatra Utara.
Rencana itu mendapatkan penolakan hebat dari berbagai pihak yang khawatir atas risiko konflik kepentingan menjelang Pilkada Jabar 2018 dan Pilkada Sumut 2018. Di Jawa Barat, yang mendapatkan sorotan utama, PDI Perjuangan mengusung purnawirawan TNI TB Hasanuddin sebagai calon gubernur berpasangan dengan Anton Charliyan yang saat pendaftaran masih berstatus sebagai perwira tinggi kepolisian.
Selain itu, penunjukan Iriawan dan Martuani saat itu juga disebut berpotensi melanggar Pasal 28 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Dalam pasal itu diatur, hanya anggota Polri yang sudah pensiun atau mengundurkan diri yang bisa mengisi jabatan di luar institusi tersebut.
Penolakan-penolakan tersebut mendesak pemerintah menimbang ulang penunjukan kedua perwira polisi sebagai plt gubernur. Hingga akhirnya pada 23 Februari, Menko Polhukam Wiranto menyatakan pembatalan penunjukan Iriawan dan Martuani.
“Untuk Jabar dan Sumut, setelah saya koordinasikan dengan Kapolri (Jenderal Tito Karnavian) dan kami evaluasi, hasilnya perlu perubahan," kata Wiranto saat itu. Ia mengatakan, sikap pemerintah berlandaskan aspirasi masyarakat yang menunjukkan penolakan.
Selepas pembatalan itu, Iriawan kemudian dilantik sebagai sestama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) pada 30 April. Perpindahan pos jabatan Iriawan tersebut kemudian menjadi celah memuluskan Kemendagri melegalisasi penunjukan Iriawan sebagai pj gubernur Jabar.
"Sekarang Komjen Iriawan sudah tidak menjabat lagi di struktural Mabes Polri. Beliau sekarang di Lemhannas. Beliau adalah pejabat eselon I sestama Lemhannas atau setara dirjen atau sekjen di kementerian," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/6).
Status Iriawan, kata Bahtiar, sama dengan Irjen Pol Carlo Brix Tewu saat diangkat menjadi pj gubernur Sulawesi Barat menjelang pilkada serentak 2017. Saat itu, Carlo Tewu menjabat sebagai staf ahli bidang ideologi dan konstitusi Kemenko Polhukam. Pilkada Sulbar 2017 tersebut kemudian dimenangkan pasangan Ali Baal Masdar-Enny Anggraeni Anwar yang diusung PDI Perjuangan, Nasdem, PKB, Hanura, PAN, Golkar, dan Gerindra.
"Maka sesuai keputusan presiden (keppres), Mendagri melantik pj gubernur Jabar. Nantinya dia akan bertugas sampai pelantikan gubernur Jabar terpilih hasil pilkada serentak nanti," tutur Bahtiar.
Iriawan yang biasa disapa Iwan Bule mengklaim baru mengetahui penunjukannya sebagai pj gubernur Jabar pada hari kedua Lebaran, Sabtu (16/6) malam. Dia menuturkan langsung meninggalkan acara keluarga di Surabaya dan bersiap-siap menjalani pelantikan.
"Kami prajurit atau bhayangkara sejati, selalu siap apa pun yang diabdikan oleh negara. Kami akan melaksanakannya," ujarnya seusai pelantikan.
Untuk yang meragukan netralitasnya, Iwan menyatakan akan membuktikan Jawa Barat tetap aman hingga dia menyerahkan jabatan kepada gubernur terpilih nanti. "Kalo saya tidak netral, sayang karier saya. Sayang karier saya, karena saya masih ada sisa waktu untuk bekerja di negara ini," kata dia.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menilai pengangkatan Iriawan menunjukkan ada niatan ingin menang dengan segala cara dalam pilkada di Jabar. Menurut dia, Mendagri seharusnya merekomendasikan pejabat sementara gubernur Jawa Barat dari lingkungan Kemendagri, bukan dari kepolisian.
“Salah satu calon berasal dari kepolisian, yaitu mantan kapolda Jabar Anton Charliyan. Si calon tersebut didukung partai yang sama dengan Mendagri,\" ujar dia dalam pernyataannya kemarin. Sebagai bentuk protes, perwakilan Gerindra tidak menghadiri pelantikan kemarin.
Partai Nasdem yang berseberangan dengan PDI Perjuangan di Pilkada Jabar 2018 juga melayangkan kritik terkait penunjukan kemarin. Penempatan Komjen Polisi M Iriawan sebagai pj gubernur Jabar dinilai melanggar beberapa undang-undang (UU).
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Nasdem, Luthfi Andi Mutty, menilai Mendagri tengah melakukan upaya penyelundupan hukum. "UU ASN menyebutkan, jabatan pimpinan tinggi madya merupakan salah satu jabatan dalam rumpun ASN yang terdiri atas PNS dan PPPK," kata dia.
Luthfi menjelaskan, prajurit TNI atau anggota Polri pada dasarnya bisa menduduki jabatan pimpinan tinggi madya. Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 204 ayat 2 UU ASN, jabatan pimpinan tinggi dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.
"Konyolnya lagi, sudah menabrak berbagai UU, Mendagri juga melakukan tindakan yang dapat dinilai sebagai penyelundupan hukum lewat Permendagri Nomor 1/2018 (tentang cuti di luar tanggungan negara)," kata dia.
Ia menuturkan, dalam pasal 4 ayat 2 permendagri tersebut diatur bahwa pj gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau setingkat di lingkup pemerintahan pusat atau provinsi.
Luthfi menilai istilah "setingkat" bertentangan dengan UU ASN karena regulasi itu tidak menyebutkan hal itu. "Maka benarlah kata pepatah, segenggam kekuasaan lebih berharga dari sekeranjang aturan," tuturnya.
(hartifiany praisra/ronggo astungkoro, Pengolah: fitriyan zamzami).