Selasa 19 Jun 2018 09:51 WIB

Bambang: Polisi Aktif Dilarang Terlibat Politik Praktis

Pengamat kepolisian mengkritisi langkah Mendagri melantik Iriawan jadi PJ Gubernur.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Bambang Widodo Umar
Foto: Republika/ Wihdan
Bambang Widodo Umar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar ikut mengkritisi langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang melantik Komjen M. Iriawan sebagai plt (pelaksana tugas) Gubernur Jawa Barat. Ia menjelaskan dalam Undang Undang (UU) No 2/2002 tentang kepolisian RI pada pasal 28 ayat (1) disebutkan dengan jelas larang polisi terlibat politik praktis.

"Setiap anggota polisi dilarang melibatkan diri dalam politik praktis, kemudian pada ayat (3) UU tersebut juga melarang anggota polisi aktif menduduki jabatan di luar organisasi kepolisian," jelasnya kepada wartawan, Selasa (19/6).

Dengan demikian, ia menegaskan Undang-Undang Kepolisian RI itu seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap anggota polisi. Harus dipatuhi dan ditaati oleh seluruh lapisan anggota kepolisian mulai dari Kapolri sampai para pelaksana petugas di lapangan. Presiden pun sebagai kepala negara, menurutnya, juga tidak boleh membiarkan hal tersebut terjadi. Dan jika terbukti ada, ia menyebut maka pejabat yang mengintervensi harus diberi tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Jika ada dugaan unsur politis praktis mengintervensi Polisi, seharusnya memerintahkan mengusut benar tidaknya ada intervensi politik tersebut," tegas Bambang Widodo Umar.

Baca juga: KIPP: Pelantikan Iriawan Bertentangan dengan UU

Aktivis Politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menilai pengangkatan perwira polisi sebagai pejabat Gubernur Jabar ini telah menjadi kontroversi baru. Sebab menurutnya, pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo seperti tidak peduli pada protes masyarakat menolak dilibatkannya anggota kepolisian dalam urusan pemerintahan.

"Mendagri tetap ngotot dengan argumen seadanya menunjuk yang bersangkutan sebagai penjabat Gubernur Jabar. Mendagri hanya melihat dasar hukum peraturan yang mereka buat sendiri. Karena aturan itu dibuat sendiri, tentu saja punya kecenderungan akan mengakomodir kepentingan pemerintah sendiri," jelas Ray kepada wartawan, Senin (18/6).

Permendagri No 1/2018, menurut Ray, dibuat sedemikian rupa untuk memang ramah pada keinginan politik pemerintah. Salah satunya membuat ketentuan yang tidak tegas soal pelibatan anggota polisi dalam urusan pemerintahan.

Ia menilai Mendagri juga mengabaikan UU No 2/2002 tentang kepolisian soal larangan polisi merangkap jabatan di luar tugas kepolisian. Jikapun harus bertugas di institusi lain, harus tetap berkaitan dengan tugas kepolisian, seperti di BNN dan atas dasar penugasan dari Kapolri.

"Pasal 28 ayat 3 UU No2/2002 juga menyatakan dengan tegas bahwa polisi hanya bisa bertugas di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun," paparnya.

Sekalipun pejabat yang ditunjuk sekarang menjabat sebagai sestama Lemhanas, tapi status beliau sebagai polisi belumlah pensiun. Sudah semestinya, lanjut dia, kemendagri melihat aturan yang membatasi anggota polisi hanya boleh ditugaskan dengan tugas-tugas kepolisian.

Artinya jikapun tetap dipaksanakan yang bersangkutan sebagai penjabat Gubenur, maka ketentuan pensiun atau mundur dari kepolisian harus dilaksanakan. Itupun terhitung dari tanggal yang bersangkutan ditunjuk sebagai penjabat Gubernur, sejak itu pula beliau harus mengirimkan surat pengunduran diri dari kepolisian.

"Penunjukan ini juga menentang semangat menjadikan polisi sebagai institusi independen dan professional. Satu tugas yang sekarang semakin mendesak mengingat bahwa institusi ini makin jauh dari polisi yang professional," kata Ray.

Baca juga: Mendagri: Tak Mungkin Ajukan Iriawan Kalau Langgar Aturan

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, membantah menyalahi aturan dengan mengusulkan nama Komjen Polisi M Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar). Menurutnya, tim hukum Sekretariat Negara (Setneg) sudah menelaah dasar hukum pengajuan nama itu.

"Saya bertanggungjawab sesuai undang-undang. Tidak mungkin saya ajukan nama untuk Keputusan Presiden (Keppres), jika itu melanggar undang-undang," ujar Tjahjo dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (18/6) malam.

Dia pun menegaskan Keppres tidak akan keluar begitu saja tanpa ada telaah terlebih dulu dari tim hukum Setneg. Jika melanggar, maka pengajuan nama untuk Pj Gubernur tidak akan disepakati. "Saya menerima kritik dan saran. Yang penting, tidak melanggar undang-undang," tambah Tjahjo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement