Senin 18 Jun 2018 18:34 WIB

Fraksi Demokrat: Pelantikan Iriawan Skandal Besar Pemerintah

Komisaris Jenderal Polisi Iriawan hari ini dilantik jadi Penjabat Gubernur Jabar.

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Andri Saubani
Mendagri Tjahjo Kumolo (kiri) melantik Komjen Pol Mochamad Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Senin (18/6).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Mendagri Tjahjo Kumolo (kiri) melantik Komjen Pol Mochamad Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Senin (18/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Ri, Didik Mukrianto menilai bahwa pelantikan Komisaris Jenderal Polisi M Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi Jawa Barat melanggar undang-undang (UU). Bahkan, pelantikan ini pun dianggap sebagai pembodohan rakyat.

Didik mengatakan, setiap kebijakan dan keputusan pemerintah seharusnya mutlak sesuai dengan konstitusional serta berdasarkan kepada undang-undang (UU) maupun aturan berlaku lainnya. Sebelumnya, rencana pengangkatan Pj gubernur dari unsur kepolisian dan TNI aktif telah dibatalkan atas dasar desakan masyarakat.

Dengan dilantiknya M Iriawan, menurut Didik, maka pemerintah secara tidak langsung tidak mendengar suara rakyat dan melawan kehendak rakyat, khususnya masyarakat Jawa Barat. Konteks tersebut tentu bukan hanya diindikasikan adanya perlawanan terhadap kehendak rakyat, lebih lanjut bisa diindikasikan adanya kebohongan publik yang dilakukan pemerintah;

Selain itu, Didik melihat ada hal yang cukup serius yang harus disikapi dan dilakukan koreksi terhadap pemerintah karena pemerintah bisa diindikasikan melakukan pelanggaran aturan. Setidaknya ada indikasi pelanggaran terhadap tiga Undang-Undang, yaitu UU 5/2104 tentang Aparatur Sipil Negara, UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

"Pelanggaran terhadap pelaksanaan undang-undang, apalagi terhadap tiga Undang-undang sekaligus, bisa dikatakan suatu skandal besar dalam konteks tata kelola pemerintahan, berbangsa dan bernegara," ujar Didik melalui siaran pers, Senin (18/6).

Apalagi, lanjut Didik, saat ini bangsa Indonesia sedang menjalankan proses demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 dan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Tentu ini akan membawa dampak serius terhadap pelaksanaan demokrasi. Pelanggaran UU jelas-jelas akan menciderai demokrasi dan kehendak rakyat.

Sebagai bagian bangsa besar yang mencintai negeri ini, pemerintah seharusnya peka terhadap suara dan jeritan rakyat. DPR dalam hal ini juga harus mengingatkan, bahkan mengkoreksi pemerintah agar bangsa ini tidak terjerumus kepada persoalan besar yang sangat serius.

Usai pelantikan Iriawan di Gedung Merdeka, Bandung, Senin (18/6), Mendagri Tjahjo Kumolo menyebut, pertimbangan pemilihan Iwan sebagai Pj Gubernur Jabar tidak melanggar undang-undang. "Dulu itukan orang curiga, kan nggak mungkin saya mengusulkan orang kemudian menjerumuskan pak presiden, itu nggak mungkin, saya sesuai aturan, karena nama yang saya kirim sesuai," jelas Tjahjo.

Dia mengakui, keberatan yang disampaikan padanya kemudian menjadikan mediasi dengan Menkopolhukam Wiranto. "Untuk netralitas pejabat aktif TNI dan Polri di Mabes TNI dan Polri tidak usah, walaupun Mendagri mengusulkan yang diyakini oleh Mendagri. Akhirnya pak Iriawan dimutasikan yang struktur eselonnya sama dirjen," jelasnya.

Tjahjo menilai, keputusan Iwan sebagai Pj Gubernur Jabar tidak akan mengubah apa pun pada Pilgub 27 Juni mendatang. "Pilkada tinggal seminggu orang kok curiga ada apa? Saya besok tanggal 21 ada pelantik pejabat gubernur Sumut, 22 pelantikan, pencoblosan 27 saya bisa apa? Yang penting melayani masyarakat dan tata kelola kota bisa berjalan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement