Senin 18 Jun 2018 17:40 WIB

KPU: Ada Potensi Penundaan Pilkada Mimika dan Painai

Kedua daerah di Provinsi Papua tersebut hingga saat ini belum mencetak surat suara.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Komisioner KPU Arief Budiman memeriksa paket logistik tinta Pilkada yang akan dikirim ke Papua, Jakarta, Jumat (13/1).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
[ilustrasi] Komisioner KPU Arief Budiman memeriksa paket logistik tinta Pilkada yang akan dikirim ke Papua, Jakarta, Jumat (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPU Papua Musa Sombuk, mengatakan ada potensi penundaan pelaksanaan Pilkada 2018 di Kabupaten Mimika dan Kabupaten Painai. Kedua daerah di Provinsi Papua tersebut hingga saat ini belum mencetak surat suara untuk pilkada pada 27 Juni mendatang.

Menurut Musa, belum dicetaknya surat suara di dua kabupaten itu disebabkan persoalan pencalonan yang mengalami sejumlah gugatan. Di Kabupaten Mimika, KPUD setempat baru saja menetapkan ada tujuh pasangan calon (paslon) peserta Pilkada 2018.

"Saat ini, KPUD setempat dalam proses perbaikan draf (surat suara). Sebab kan ada tambahan satu paslon lagi yang ditetapkan. Waktu sembilan hari, kami rasa cukup untuk melakukan produksi surat suara, " ujar Musa ketika dihubungi Republika, Senin (18/6) sore.

Meski demikian, Musa mengakui proses distribusi surat suara nantinya bisa saja membutuhkan waktu lebih lama. Sebab, ada sejumlah distrik (kecamatan) yang berada di pegunungan.

Selain itu, faktor cuaca nantinya juga berpengaruh terhadap distribusi. Pasalnya, untuk bisa menjangkau distribusi logistik untuk wilayah-wilayah terpencil dibutuhkan helikopter.

Kemudian, ketersediaan alat angkut logistik juga menjadi soal. Musa menyebut, di kedua kabuapten belum tentu tersedia cukup helikopter untuk memaksimalkan distribusi logistik dalam waktu singkat.

"Waktu sembilan hari ini memang mepet sekali. Dan ada potensi ini akan menunda proses pemungutan suara Pilkada. Namun , kami tetap berupaya semua bisa tepat waktu," tegasnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, pilkada di Kabupaten Painai, saat ini masih belum dipastikan akan diikuti oleh satu atau dua paslon. KPUD kabupaten tersebut masih melakukan konsultasi dengan KPU pusat terkait hal ini.

Keputusan tentang berapa paslon yang mengikuti pilkada Kabupaten Painai diakui Musa masih menjadi polemik. Sebab, berdasarkan keputusan KPUD Painai, hanya ada satu paslon yang bisa mengikuti pilkad daerah itu.

Namun, Panwaslu Kabupaten Painai kemudian mengeluarkan putusan yang membatalkan SK KPUD itu. Menurut Musa, KPUD enggan menjalankan putusan Panwaslu karena dianggap tidak sesuai dengan ketentuan.

"Putusan Panwaslu setempat itu kilat, hanya dilakukan satu hari saja. Itu tidak sesuai dengan Perbawaslu Nomor 15 Tahun 2017. Kan semestinya sebelum putusan, Panwaslu menggelar musyawarah, jika tidak ada kesepakatan baru sidang dan kemudian ada putusan," paparnya.

Berdasarkan Perbawaslu itu pula, proses sebelum putusan selambat-lambatnya memakan waktu sekitar 15 hari. Karena itu, KPUD setempat merasa ada yang janggal dan tidak mau mempertimbangkan putusan Panwaslu ini.

"Semoga segera ada kepastian terkait kondisi ini. Sehingga pelaksanaan pencetakan dan distribusi surat suara bisa segera dilakukan. Dengan begitu bisa tepat waktu melakukan pemungutan suara," tegas Musa.

Sebagaimana diketahui, pemungutan suara pilkada akan dilakukan pada Rabu (27/6) pekan depan. Artinya saat ini hanya tinggal sembilan hari yang tersisa sebelum pemungutan suara. Pilkada Serentak 2018 diikuti oleh 171 daerah.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra, membenarkan bahwa, dua kabupaten yang hingga saat ini belum bisa melakukan pencetakan surat suara. Penyebabnya, masih ada proses saling gugat terkait pancalonan peserta pilkada yang belum tuntas.

"Benar, Kabupaten Painai dan Kabupaten Mimika (di Provinsi Papua) belum mencetak surat suara," ujar Ilham ketika dihubungi Republika, Senin (18/6).

Dia menjelaskan, jika proses hukum terkait pencalonan peserta pilkada di kedua kabupaten itu belum bisa tuntas. "Itu konflik terus sebab ada putusan hukum yang berubah-ubah terus. Sehingga sekarang semua masih kami tindaklanjuti dan dipastikan dulu," lanjut Ilham.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement