REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Gumanti/Wartawan Republika
Penumpang terakhir itu berjalan tergopoh-gopoh naik pesawat Garuda Indonesia GA318 rute Jakarta-Surabaya. Dengan mengenakan topi dan jaket hitam yang membungkus kaus berkerah putihnya, ia mengarah ke bangku di bagian agak belakang pesawat. Tak elak, wartawan Republika Erik Purnama Putra yang duduk di kursi 30K mengenali orang itu.
"Pak Muhadjir," sapa Erik kepada orang itu. Dia terlihat kaget seolah tidak menyangka ada yang mengenalinya. "Hai," ujar Muhadjir mengangkat tangan sambil menoleh ke arah Erik.
Menurut Erik, usai saling sapa itu Muhadjir langsung mencari bangkunya di bagian agak belakang. Setelah menemukan kursinya dan duduk, ada pramugari yang mendatanginya dan keduanya terlihat percakapan.
Ya, orang itu adalah Muhadjir Effendy yang kini menjabat sebagai menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Tentu sangat mengherankan lantaran dia duduk di kelas ekonomi seorang diri, bahkan tidak ada ajudan yang menemani.
Sesuai jadwal, pesawat harusnya terbang dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 15.25 WIB dan tiba di Bandara Juanda pukul 17.00 WIB. Namun karena kepadatan di landasan, pesawat baru bisa take off sekitar pukul 16.00 WIB.
"Penerbangan kemarin sore itu sangat padat, antrean pesawat Garuda sangat panjang," kata Erik saat berbagi ceritanya, Rabu (13/6).
Pesawat jenis Airbus A330-220 yang sanggup memuat sekitar 200 penumpang ini juga terlihat dipenuhi penumpang. Maklum peak season sehingga semua kursi tidak ada yang kosong. Ketika pesawat sudah lepas landas, Erik mencoba mendatangi kursi Muhadjir untuk menyapanya. Namun, Erik mengurungkan niatnya lantaran melihat Muhadjir sudah memejamkan matanya.
"Nanti saja pas turun akan saya sapa," begitu Erik menjelaskan kepada Farid Kusuma, wartawan Suara Surabaya yang juga ikut rombongan perjalanan ke Surabaya.
Ketika sudah sampai di Terminal 2 Bandara Juanda, Erik sengaja menunggu Muhadjir di turunan eskalator. Dengan menenteng tas seorang diri, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini sudah ditunggu istrinya, Suryan Widati dan anak-anaknya, yang hanya terlihat dua dari tiga putranya.
Seolah tak ingin kehilangan kesempatan, Erik pun langsung menyapa Muhadjir. "Saya dari Republika yang tadi menyapa Pak," kata Erik berusaha memperkenalkan diri. "Oh iya ya," timpal Muhadjir.
Sebenarnya, menurut Erik, dia penasaran mengapa Muhadjir tidak naik penerbangan ke Kota Malang, yang merupakan lokasi tempat tinggalnya. Ditanya lagi mengapa terbang seorang diri dan tanpa ajudan, Muhadjir seolah mengelaknya. Dia mengaku mau pulang kampung ke Madiun, kota kelahirannya. Muhadjir hanya mudik selama dua hari ke Madiun untuk bersilaturahim dengan saudara-saudaranya sekaligus nyekar ke makam orang tuanya.
"Saya mau mudik kok ke Madiun," kata Muhadjir memberi penjelasan. Erik tak sempat menanyakan mengapa Muhadjir tak naik kelas bisnis. Namun, ia hanya memberi isyarat bahwa perjalanannya kali ini untuk kepentingan pribadi, sehingga lebih memilih naik kelas ekonomi.
"Mau ke mana, mudik juga?" Kini giliran Muhadjir balik tanya kepada Erik. "Mau mudik Pak sekalian liputan dulu. Ada acara Cak Imin (wakil ketua MPR) di Lamongan," ujar Erik menjawab pertanyaan.
"Salam ya, semoga Cak Imin bisa menjadi wakil presiden," ucap ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendoakan. Cak Imin yang dimaksud memang Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang sekarang mendeklarasikan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Presiden Jokowi.
Sebelum berpisah pun, Erik menyempatkan foto bareng dengan Muhadjir. "Buat bukti ke teman-teman kampus Pak," ujar Erik yang juga merupakan alumnus UMM pada tahun 2009 dan wisuda dipimpin Muhadjir.