Selasa 12 Jun 2018 15:13 WIB

Demokrat Bentuk Koalisi Kerakyatan untuk Selamatkan Partai

Jika Demokrat ikut konstelasi yang ada, akan menambah suara PDIP dan Gerindra.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
(Dokumentasi) Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berjabat tangan dengan Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) disaksikan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kanan).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
(Dokumentasi) Presiden Joko Widodo (kedua kiri) berjabat tangan dengan Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) disaksikan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Media Survei Nasional (Median), Rico Marbun, menilai ide Partai Demokrat membentuk koalisi kerakyatan bertujuan menyelamatkan partai dengan menjaga suara konstituen. Jika Demokrat mengikuti konstelasi yang sudah ada, hanya akan menambah kekuatan elektoral PDIP maupun Partai Gerindra.

Rico mengumpamakan, bila Demokrat bergabung dengan koalisi pendukung Joko Widodo (Jokowi), itu sama saja menyerahkan suara konstituennya kepada PDIP. Suara yang dibawa Demokrat melebur ke dalam koalisi sehingga memberikan keuntungan elektoral kepada PDIP.

Begitupula jika bergabung dengan Gerindra. "Dua parpol (partai politik) terbesar adalah PDIP dan Gerindra,” kata dia, Selasa (12/6). 

Dia mengatakan, PDIP dianggap sebagai pemimpin gerakan yang mempertahankan Presiden Jokowi. Sementara itu, Gerindra merupakan pemimpin gerakan mengganti presiden pada 2019. 

“Dua parpol ini menikmati keuntungan elektoral yang luar biasa besar," kata dia. 

Menurut Rico, persentase elektabilitas dua parpol tersebut mencapai dua digit. Sementara itu, parpol lainnya rata-rata hanya satu digit. 

Di kubu pendukung pemerintah, dia menerangkan, Golkar, Nasdem, PPP, dan Hanura memang konsisten mendukung pemerintahan Jokowi. Namun, Rico menuturkan, koalisi parpol pendukung Jokowi tidak memengaruhi kenaikan elektabilitas yang merata. 

Dia mengatakan, PDIP tetap menjadi partai yang mendapatkan untung paling banyak. PDIP sebagai parpol penguasa saat ini menikmati kenaikan elektabilitas paling banyak. "Kalau tren ini diteruskan, suara PDIP bisa sampai 30 persen," tutur dia.

Begitupun dengan Gerindra. Rico berpendapat, koalisi parpol oposisi pemerintah secara elektoral lebih banyak menguntungkan Gerindra. 

Sebab, menurut dia, publik mengasosiasikan Gerindra sebagai pemimpin dari koalisinya bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS). "Jadi, ada kekuatan yang tidak seimbang yang dinikmati parpol-parpol,” kata dia.

Dia menerangkan, kondisi tersebut dibaca oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan mencoba membangun poros baru. “Salah satunya untuk menyelamatkan suara konstituen mereka di pilpres 2019," ucapnya.

Karena itu, menurut Rico, rencana pembentukan koalisi kerakyatan yang dicetuskan SBY lebih dari sekadar persoalan pilpres 2019. "Ini lebih kepada penyelamatan partai karena ada pertarungan hidup-mati bagi parpol pasca-2019 dan karena kekuatan parpol di 2019 tidak merata," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement