Sabtu 16 Jun 2018 07:30 WIB

Merintis Turtle Sanctuary di Pantai Mapak

Penyu masih menjadikan kawasan Pantai Mapak, Mataram sebagai tempat bertelur.

Seekor penyu jenis lekang (Lepidochelys olivacea) kembali ke laut setelah bertelur di pantai. (Ilustrasi)
Foto: Antara
Seekor penyu jenis lekang (Lepidochelys olivacea) kembali ke laut setelah bertelur di pantai. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Wilayah Kerja Nusa Tenggara Barat memantau penyu masih menjadikan kawasan pantai Mapak Kota Mataram sebagai tempat bertelur. Pantai Mapak dengan memiliki karakteristik pasir hitam itu relatif sepi.

Tidak banyak bangunan di Pantai Mapak. "Ini yang disukai penyu untuk bertelur," kata Koordinator BPSPL Denpasar Wilayah Kerja NTB Barmawi, di Mataram, beberapa waktu lalu.

Pada Mei 2018, ada dua ekor penyu lekang (lepidochelys olivacea) yang termonitor menyarangkan sebanyak 139 butir telur dalam dua sarang berbeda. Seluruh telur tersebut dijaga oleh Kelompok Masyarakat Pelestari Penyu Mapak hingga menetaskan tukik (anak penyu).

Barmawi berharap akan semakin banyak telur penyu yang berhasil ditemukan dan diselamatkan. Musim bertelur di pantai Mapak tahun ini dimulai sejak Mei dan akan berakhir September 2018. Biasanya, momen ini bertepatan dengan musim panas setiap tahunnya.

"Akan tetapi, masyarakat masih ada yang belum sadar. Mereka masih mencari dan menjual telur penyu, padahal dilarang undang-undang," ujarnya.

Baca juga: Habitat Penyu Semakin Terancam

Barmawi berharap masyarakat ikut melindungi fauna laut terancam punah tersebut. Di bawah binaan BPSPL Denpasar Wilayah Kerja NTB, Kelompok Pelestari Penyu Mapak yang terbentuk pada 2017 telah mencoba meningkatkan kepedulian masyarakat.

"Pada 2017 lalu, BPSPL bersama kelompok masyarakat berhasil menetaskan tukik sebanyak 80 ekor hasil penangkaran dan semua dilepasliarkan ke laut bersamaan dengan seekor penyu dewasa yang terjaring nelayan," ujar Barmawi.

Pihaknya terus berupaya menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian habitat penyu. Upaya tersebut dilakukan melalui program edukasi dan meningkatkan kapasitas kelembagaan kelompok.

Selain itu, Barmawi juga memberikan materi-materi pelestarian atau konservasi penyu, membantu sarana-prasarana pelestarian, membantu pemantauan penyu, dan membantu publikasi pelestarian penyu ke media. "Kami juga berencana membantu kelompok masyarakat membangun taman penyu (turtle sanctuary)," ungkapnya.

Turtle sanctuary nantinya bisa menjadi salah satu destinasi wisata konservasi yang bisa menarik minat wisatawan ke Kota Mataram. BPSPL Denpasar Wilayah Kerja NTB juga terus memberikan pemahaman tentang dampak hukum bagi masyarakat yang mengambil dan memperdagangkan telur atau penyu dilindungi undang-undang.

Di dunia ada tujuh jenis penyu dan enam di antaranya terdapat di Indonesia, yakni penyu hijau (chelonia mydas), penyu sisik (eretmochelys imbricata), penyu lekang (lepidochelys olivacea), penyu belimbing (dermochelys coriacea), penyu pipih (natator depressus), dan penyu tempayan (caretta caretta).

Di dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu bisa dikenakan sanksi hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta. Semua jenis penyu laut di Indonesia juga telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement