Sabtu 09 Jun 2018 22:53 WIB

AHY: Gaji Sopir Asing Rp 15 Juta, Lokal Rp 5 Juta

Agus mengaku banyak TKA yang bekerja bukan hanya sebagai tenaga ahli.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) untuk Pemilukada 2018 dan Pilpres 2019 Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik Perpres No. 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang disahkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo

Perpres tersebut, kata dia, memunculkan kekhawatiran pada kaum buruh dan pekerja, yang ditemuinya di lapangan. "Dirasakan, kurang berpihak pada mereka," kata Agus dalam orasinya di hadapan kader Partai Demokrat, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Sabtu (9/6).

Agus menceritakan, baru-baru ini, ia kembali dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Ia mengaku melihat sendiri banyak TKA yang bekerja bukan hanya, sebagai tenaga ahli, atau dalam kapasitas manajerial saja, tetapi juga, pada tingkatan buruh, sopir, dan pekerja lapangan lainnya.

"Pekerjaan-pekerjaan, yang seharusnya mampu dilakukan, oleh tenaga kerja kita," ujar Agus.

Baca juga,  AHY: Apa Kabar Revolusi Mental?

Hal ini, lanjut Agus, dikonfirmasi, oleh hasil investigasi Ombudsman tahun 2017 terkait isu TKA ilegal, di berbagai provinsi. Agus mengatakan, Ombudsman, menemukan terjadinya, diskriminasi perlakuan, hingga gaji yang tidak berimbang; antara TKA, dan tenaga kerja lokal, untuk jenis pekerjaan yang sama.

"Bayangkan dalam sebulan, sopir TKA, dapat 15 juta rupiah. Sedangkan, sopir tenaga kerja kita, hanya dapat lima juta rupiah saja," kata Agus.

Putra Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ini menekankan, seharusnya mendahulukan hak rakyat. Hak tersebut berupa memperoleh kesempatan kerja di negeri sendiri. "Kita tidak anti asing, tapi kita, tidak terima, jika rakyat dikalahkan; dinomorduakan, atau hanya, jadi penonton, di negeri sendiri," ujar mantan perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu.

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia menemukan ada ketidaksesuaian antara data resmi pemerintah mengenai Tenaga Kerja Asing (TKA) dan kondisi sebenarnya di lapangan. Salah satunya, Komisioner Ombudsman RI Laode Ida mengungkap, ada indikasi TKA yang berada di Indonesia kebanyakan melakukan pekerjaan kasar.

"TKA yang jadi buruh kasar ada di mana-mana. Di Morowali saja ada 200 orang yang jadi sopir," kata Laode beberapa waktu lalu, saat memaparkan hasil investigasi Ombudsman. Investigasi tersebut dilakukan Ombudsman pada Juni-Desember 2017 di tujuh provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatra Utara dan Kepulauan Riau. Laode melanjutkan, TKA paling banyak ditemui di sektor pembangunan smelter dan konstruksi.

Di sektor-sektor tersebut, pekerja dibagi ke dalam tiga tingkatan berdasarkan warna topi proyek yang dikenakan. Topi kuning untuk pekerja di level buruh, topi merah level supervisor, dan topi hijau level manajer. "Harusnya TKA ada di hijau dan merah. Tapi 90 persen topi kuning," ujar Laode.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap menanggapi ihwal tudingan tenaga kerja asing ini. Ia melihat Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) terlalu dipolitisasi.

Jokowi mengatakan, Pepres ini sebenarnya bukan mempermudah TKA untuk datang dan bekerja di Indonesia. Pemerintah hanya melakukan reformasi birokrasi agar TKA yang memenuhi syarat sesuai ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah tidak mendapat kesulitan ketika meminta izin bekerja. 

Dengan demikian, dia menerangkan, ini hanya menyederhanakan prosedur administratif bagi TKA. "Jadi beda anunya. Inilah yang namanya politik," ujar Jokowi saat menghadiri ekspor perdana Mitsubishi Xpander di Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (25/4).

Baca Juga: Beda Pendapat Fadli-Fahri dan Bamsoet Soal Pansus TKA

Jokowi mengatakan, pemerintah saat ini mengutamakan ekspor dan investasi dalam mendongkrak perekonomian. Melalui investasi, dia mengatakan, akan ada lapangan kerja baru bagi pekerja lokal. 

Dia menambahkan meskipun investasi ini juga akan mendatangkan TKA, tetapi mereka bukan pekerja kasar, melainkan petinggi perusahaan, atau teknisi khusus. Dia mencontohkan PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (MMKI) yang berhasil mengekspor kendaraan hasil produksinya telah mempekerjakan sekitar 3.000 yang mayoritas merupakan pekerja lokal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement