Sabtu 09 Jun 2018 22:27 WIB

AHY: Apa Kabar Revolusi Mental?

AHY menilai konsep Revolusi Mental yang digadang kurang dapat perhatian.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) untuk Pemilukada 2018 dan Pilpres 2019 Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mempertanyakan jargon Revolusi Mental yang kerap digemborkan saat kampanye Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Saat ini, menurut Agus, frasa Revolusi Mental tersebut terkesan 'tenggelam'.

"Ketika pemerintah saat ini, berhasil membangun ribuan kilometer jalan, ratusan jembatan, dan proyek infrastruktur lainnya, lantas, kita patut bertanya, apa kabar Revolusi Mental?" kata Agus dalam orasinya di hadapan kader Partai Demokrat, Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Sabtu (9/6).

Padahal, kata dia, pada masa kampanye dan awal pemerintahan Jokowi, Revolusi mental sempat digadang-gadang sebagai suatu konsep pembangunan karakter masyarakat Indonesia. Sayangnya, lanjut Agus, kini konsep Revolusi Mental tersebut dalam perjalanannya kurang mendapat perhatian. "Kita larut dalam hiruk pikuk pembangunan infrastruktur," ucap Agus.

Agus mengakui, Revolusi mental bisa saja menjadi konsep yang menanamkan prinsip Gotong royong, persatuan, kesatunan dan nilai nilai kebangsaan lainnya. Sehingga, menurut dia pembangunan karakter bangsa Indonesia tetap harus diteruskan.

Agus menyampaikan kritikan terkait revolusi mental tersebut dalam orasi kebangsaan yang digelar Partai Demokrat bertajuk "Dengarkan Suara Rakyat". Agus menambahkan, terlepas dari frasa revolusi mental yang kini seolah dilupakan, masyarakat tetap tidak boleh berhenti mengamalkan Pancasila.

"Pembangunan karakter bangsa ini, yang harus terus menerus dilakukan, dan disesuaikan, dengan perkembangan zaman. It is a never-ending journey. Karena perubahan, perbaikan, dan pembaharuan, adalah keniscayaan yang abadi," kata Agus.

Mengambil momentum Ramadhan, Agus juga mengingatkan agar masyarakat senantiasa beramal baik dan saling membantu. Menurut dia, hal ini, selain suatu bentuk ketaatan pada ajaran agama Islam, tetapi juga suatu bentuk pengamalan Pancasila.

"Kepedulian dan semangat berbagi ini merupakan pengamalan sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata dia. "Ini cerminan bahwa pengamanan Pancasila dari bawah ke atas bukan didikte dari atas ke bawah," ujarnya menambahkan.

Baca juga,  Jokowi: Revolusi Mental Bukan Sekedar Jargon.

Presiden Joko Widodo pada 2017 lalu pernah menegaskan bahwa revolusi mental yang ia gagas saat memulai pemerintahan pada 2014 bukan hanya sekadar jargon kampanye.

"Revolusi mental orang senangnya masih seperti dulu jargon-jargon, 'ndak' lah kita ini memberi contoh, apa sih yang namanya kerja keras itu apa? Yang namanya mengontrol sebuah pekerjaan agar berkualitas seperti apa? Ini kan mengubah 'mindset' yang kita perlukan," kata Presiden Joko Widodo. 

Untuk mengajarkan hal itu, menurut Presiden, juga harus dimulai dari anak-anak usia dini. "Saya kira kita juga sudah mulai memberikan pembelajaran di guru-guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) umur emasnya 1-12 tahun harus dimulai dari situ. Kedisiplinan, masalah yang berkaitan dengan kemajemukan, ini yang harus kita lakukan. Saya kira jargon-jargon bukan masanya," tambah Presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement