Sabtu 09 Jun 2018 00:22 WIB

Kemenaker Diminta Tindak Perusahaan yang Abai Berikan THR

Persoalan THR selalu menjadi permasalahan yang kompleks dan tidak tuntas

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri (kanan) meninjau layanan saat pembukaan posko pengaduan THR Lebaran 2018 di Pusat Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA), Gedung B Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (28/5).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri (kanan) meninjau layanan saat pembukaan posko pengaduan THR Lebaran 2018 di Pusat Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA), Gedung B Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (28/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat Lembaga Informasi Perburuhan Sedane, Abu Mufakir meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menunjukkan keseriusan dan konsistensi dalam menindak perusahaan yang abai dalam memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada pekerjanya. Mengingat, Kemenaker adalah institusi yang memiliki tanggung jawab besar terkait hal tersebut.

"Setidaknya Menaker dan jajarannya, menindaklanjuti pengaduan itu dengan sungguh-sungguh, walaupun hanya sebagian kecil yang bisa dilakukan, itu sudah baik," kata Abu saat dihubungi Republika, Jumat (8/6).

Selama bertahun-tahun, kata Abu, persoalan THR selalu menjadi permasalahan yang kompleks dan penyelesaiannya pun cenderung tidak tuntas. Karena itu dengan terpaksa, Abu pun berkesimpulan jika upaya Kemenaker dalam membuka posko pengaduan THR hanya untuk pencitraan.

"Karena dari beberapa kali perjumpaan dengan mereka, tidak ada tradisi yang kuat di dalam Kemenaker untuk mengintervensi kasus pelanggaran secara sungguh-sunghuh," tegas Abu.

Meski begitu, kata Abu, mesti diakui kalau hingga kini Kemenaker tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Sebab Kemenaker menjadi salah satu kementerian dengan dana dan kewenangan yang lemah. Tetapi terlepas dari itu semua, Abu menegaskan, warisan mentalitas birokrasi pun memang masih kuat di Kemenaker.

"Di Jakarta, kalau saya tidak salah, petugas pengawasnya hanya 10 atau 11, sementara ada puluhan ribu tempat kerja di Jakarta. Ditambah dengan prosedur pengawasan yang terlampau birokratis, strategi pengawasan yang tidak jelas, mustahil tempat-tempat kerja itu bisa diawasi dengan baik," terang Abu.

Karenanya, menurut Abu, peran serikat buruh menjadi sangat urgen. Karena serikat buruh, kata dia, bisa membantu dan mendampingi para buruh mendapat hak THR atau lainya.

Sebelumnya, Hingga Rabu (6/6/18) Posko Pengaduan THR di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menerima sekitar seribu lebih pengaduan. Kendati begitu, dari seribu aduan tersebut pihak Kemenaker belum dapat memverifikasi berapa jumlah pasti aduan murni terkait THR.

Kepala Seksi Perjanjian Kerja Bersama Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jamsos Kemenaker, Rinaldy Zuhriansyah menjelaskan sejak dibukanya posko pengaduan pada tanggal 28 Mei lalu, setiap harinya tidak kurang dari seratus aduan yang masuk baik melalui WhatsApp, Email, Telpon, maupun pengaduan langsung. Namun sayang, tidak semua pengaduan berkaitan dengan THR.

"Masalahnya yang mengadu itu banyak yang tidak jelas, siapa namanya, apa nama perusahaannya, jadi seribuan aduan itu yang murni pengaduan THR belum dapat dipastikan jumlahnya," kata Rinaldy saat ditemui Republika di Posko Pengaduan Kemenaker Jakarta, Rabu (6/6).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement