REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin dan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) M. Fanshurullah Asa, Kamis (7/6) bertempat di Griya Agung menandatangani kesepakatan bersama pertukaran data konsumsi dan pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) di Provinsi Sumsel.
Menurut Gubernur Sumsel Alex Noerdin pada penandatanganan kesepakatan yang dihadiri staf ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Investasi dan Pengembangan Infrastruktur Prahoro Yulianto Nur Cahyo, kesepakatan bersama tersebut saling menguntungkan.
“Dengan kesepakatan ini pemerintah provinsi dapat memperoleh data volume perusahaan yang mendistribusikan minyak di Sumatera Selatan untuk menghitung penyerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor atau PBBKB yang besarnya 7,5 persen untuk Sumatera Selatan,” kata Alex Noerdin.
Alex Noerdin menjelaskan, kesepakatan bersama Pemprov Sumsel dengan BPH Migas tersebut merupakan pertama di Indonesia. “Kita sangat berterimakasih sekali kepada BPH Migas. Semoga melalui kerjasama ini dapat mendukung kemajuan Sumatera Selatan,” ujarnya.
Menurut Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa, di Sumatera Selatan ini yang pertama bukan karena saya orang Palembang, tapi memang karena tanggung jawab. "Ini komitmen kami memajukan daerah, kalau ini berhasil akan menjadi percontohan bagi daerah lain. Selain kesepakatan ini, kami akan mengawal pembangunan pipa gas dari Palembang sampai Muntok," ujarnya.
Fanshurullah menjelaskan, dengan kesepakatan bersama, BPH Migas ingin membantu Sumatera Selatan dalam peningkatan pendapatan daerah melalui PBBKB yang pada 2017 penyerapannya baru sekitar Rp 700 miliar. Ini relatif kecil, padahal seharusnya bisa lebih tinggi.
Melalui pertukaran data BPH Migas mengharapkan dapat mengetahui secara riil penggunaan dan produksi bahan bakar pada badan usaha migas di Sumsel. Selama ini terdapat ketidaksamaan antara data BPH Migas dengan data Pemprov Sumsel sehingga pendapatan dari sektor pajak kendaraan bermotor tidak maksimal.
"Padahal dari 200 badan usaha migas yang beroperasi di Indonesia, 23 terdaftar di Sumatera Selatan. Namun hanya 20 yang memiliki izin operasional,” katanya.
Menurut Fanshurullah, Sumatera Selatan memiliki potensi PBBKB untuk ditingkatkan. Cara peningkatannya, setiap badan usaha harus memberikan data yang sebenarnya dan apa adanya baik ke pemerintah daerah maupun BPH Migas.