Selasa 05 Jun 2018 16:17 WIB

Siti Zuhro: THR Tahun Ini Jadi Problem Baru Pemerintah

'Problemnya, kalau dana tak terduga daerah sudah terpakai sehingga tak cukup bayar.'

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ratna Puspita
Peneliti Senior LIPI R Siti Zuhro.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Peneliti Senior LIPI R Siti Zuhro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Suhro menilai kebijakan pembayaran tunjangan hari raya (THR) aparatur sipil negara(ASN) atau PNS menjadi problem baru pemerintah. Pembayaran THR yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, jabatan, dan kinerja itu harus ditanggung oleh daerah. 

"Yang problem kalau dana tak terduganya sudah terpakai sehingga tinggal sedikit alias tidak cukup bayar THR ASN (PNS), belum lagi tenaga honorernya," kata Siti Zuhro kepada wartawan, Selasa (5/6).

Apalagi, Siti Zuhro menjelaskan, ada perubahan komponen dalam THR untuk ASN tahun ini. Pada tahun sebelumnya, besaran THR yang harus dibayarkan oleh pemda hanya gaji pokok. 

Namun, dia mengatakan, tahun ini Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan THR dan gaji ke-13 juga memasukkan komponen tunjangan jabatan, tunjangan kinerja, dan tunjangan keluarga. Dia memaparkan besaran tunjangan-tunjangan tersebut bisa mencapai enam hingga 10 kali gaji pokok. "Para camat di DKI saja bisa memperoleh THP (take home pay) Rp 35 juta di DKI," katanya.

Angka tersebut belum termasuk biaya tenaga honorer yang harus dibayar. Siti Zuhro pun mengatakan, terbuka kemungkinan ada pemda yang tidak mampu bayar THR. 

"Saya khawatir sekali dengan kebijakan THR dan ke gaji ke-13 ini. Selain PNS, masih banyak lagi pegawai honorer (tidak tetap) dan tunjangan kinerja daerah rata-rata lumayan besar," ujar dia.

"Pemerintah seharusnya pemerintah bisa menghindari munculnya persoalan baru jelang tahun politik." 

Selain terhadap PNS yang bekerja di pemda, Siti Zuhro juga mengkhawatirkan tenaga pengajar atau dosen yang ada di universitas negeri. Ia khawatir ada kampus yang kesulitan membayarkan THR dan gaji ke-13. 

Siti Zuhro menilai pemerintah seharusnya bisa menghindari munculnya persoalan baru jelang tahun politik. Kebijakan yang muncul harus lebih terukur dan tidak menimbulkan kontroversi.

"Karena hal ini bisa ditarik-tarik ke kepentingan politik," katanya.

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin di Jakarta, Ahad (3/6), mengatakan, sumber anggaran untuk THR dan gaji ke-13 bagi kepala daerah, anggota DPRD, dan PNS dapat disesuaikan. Ini terutama bagi daerah yang APBD-nya tidak mencukupi.

Pemberian THR dan gaji ke-13 bagi kepala daerah, anggota DPRD, dan PNS pemda dapat bersumber dari tiga hal. Pertama, anggaran belanja tidak terduga.

Kedua, kalau belum cukup juga bisa melakukan penjadwalan ulang kegiatan. Ketiga, kalau masih belum cukup juga, mengambil uang yang tersedia di kas daerah.

Syarifuddin menyebut, pemda bisa menjadwal ulang atau menunda program kegiatan daerah yang belum prioritas. Dengan demikian, anggarannya bisa digunakan untuk memenuhi pemberian THR dan gaji ke-13 di daerah tersebut.

"Kegiatan yang kurang prioritas itu bisa ditunda dulu, dananya bisa diambil untuk THR dan gaji ke-13. Daerah itu sudah sangat paham dengan penjadwalan ulang kegiatan," kata Syarifuddin. 

Baca Juga: Kemendagri: Tak Ada Pemda Kesulitan Bayar THR dan Gaji ke-13

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement