Selasa 05 Jun 2018 15:11 WIB

Menkumham Tolak Teken Aturan Larangan Koruptor Nyaleg

Kewenangan Kemenkumham dinilai hanya sebatas administratif

Rep: Fauziah Mursid, Dian Erika Nugraheny / Red: Budi Raharjo
Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Hamonangan Laoly
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Hamonangan Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, tidak akan menandatangani draf peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif yang memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk Pileg 2019. Yasonna beralasan, substansi yang dalam PKPU tersebut bertentangan dengan undang-un dang.

"Jadi, nanti jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan UU itu saja," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).

Menurut Yasonna, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan akan memanggil Komisi Pemilihan Umum. Dalam pemanggilan tersebut, pihaknya akan menjelaskan kepada KPU bahwa draf PKPU tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Selain itu, PKPU tersebut juga tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya pernah menganulir pasal mantan narapidana ikut dalam pilkada pada 2015 lalu. "Nanti saya akan minta Dirjen manggil KPU. Pertama alasannya itu bertentangan dengan UU, bahkan tidak sejalan dengan keputusan MK. Kita ini kan sedang membangun sistem ketatanegaraan yang baik. Tujuan yang baik jangan dilakukan dengan cara yang salah," ujar Yasonna.

Mantan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengaku memahami niat baik dan tujuan dari KPU. Namun, menurut Yasonna, jangan sampai menabrak ketentuan UU. "Karena itu bukan kewenangan PKPU, menghilangkan hak orang itu tidak ada kaitannya dengan PKPU, tidak kewenangan KPU. Yang dapat melakukan itu adalah UU, keputusan hakim. Itu saja," kata Yasonna.

Menurut dia, pihaknya akan meminta KPU merevisi draf PKPU tersebut. Hal itu juga pernah dilakukan Kemenkumham kepada kementerian lainnya terkait peraturan yang bertentangan dengan UU. Yasonna menegaskan lagi bahwa yang bisa menghilangkan hak berpolitik seseorang adalah keputusan pengadilan.

"Yang bisa menghilangkan hak adalah UU, keputusan pengadilan. Kalau orang itu keputusan pengadilan dia maka orang itu dicabut oleh keputusan pengadilan," ujarnya.

Ketua Komisi II DPR, Zainuddin Amali, mengatakan, DPR menanti sikap akhir Kemenkumham terkait draf aturan yang juga memuat larangan caleg mantan narapidana kasus korupsi. Sebab, menurut Amali, kewenangan pengesahan draf PKPU berada di tangan Menkumham.

Amali menegaskan, Menkumham hanya akan mengesahkan draf yang sesuai dengan UU. "Kalau tidak sesuai dengan undang-undang maka Kemenkumham tidak berani melakukan pengundangan atau pencantuman di lembaran negara," ujar Zainuddin.

Draf diserahkan

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, draf PKPU sudah resmi diserahkan ke Kemenkumham. Menurut Arief, KPU dan Kemenkum ham akan menggelar pertemuan setelah diserahkannya rancangan aturan ini.

"Senin (4/6) sore, kami sudah kirimkan draf PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota serta draf PKPU kampanye Pemilu 2019 kepada Kemenkumham," ujar Arief.

Dia melanjutkan, pertemuan Ke menkumham dan KPU akan membahas soal PKPU pencalonan caleg DPD Nomor 14 Tahun 2018 yang resmi diundangkan. Dalam PKPU pencalonan caleg itu juga dicantum kan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi yang ingin maju sebagai caleg. Aturan ini tercantum pada Pasal 60 Ayat 1 huruf (j) PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang pencalonan caleg DPD tersebut.

Menurut Arief, setelah diserahkan ke Kemenkumham, draf PKPU itu hanya tinggal diundangkan. Fungsi pengundangan ini, kata dia, berkaitan dengan administrasi saja. "Selama ini, praktiknya demikian," kata Arief.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, Kemenkumham tidak boleh melakukan intervensi dalam pengesahan draf PKPU caleg. Menurut dia, proses pengundangan draf PKPU di Kemenkumham hanya dilakukan secara administratif.

"Proses pengundangan draf PKPU itu mestinya administratif saja. Kemenkumham tidak boleh melakukan tindakan yang seolah-olah menguji materi ketentuan yang ada dalam rancangan PKPU itu," ujar Titi. n ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement