REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pegawai honorer sulit untuk dilakukan mengingat tenaga honorer belum mendapatkan pengakuan oleh pemerintah daerah.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menjelaskan, pemerintah perlu memikirkan nasib pegawai honorer tidak hanya soal THR namun juga pengakuan status kepegawaian mereka.
"Banyak honorer yang berjasa, terutama honorer tenaga pendidikan dan kesehatan di perbatasan. Tapi mereka belum ada pengakuan. Statusnya harus diselesaikan dulu," ujar Robert kepada Republika.co.id, Ahad (3/6).
Menurut Robert, pemerintah perlu memastikan bagaimana status pegawai honorer ke depannya. Karena selama ini kebijakan pemerintah sangat ambigu, tidak memberikan mereka pengakuan namun pemerintah daerah banyak yang merekrut tenaga honorer.
Hal ini karena banyak daerah yang kekurangan PNS. Bahkan banyak sekolah yang pendidiknya hanya satu atau dua dari aparatur sipil negara, selebihnya merupakan guru honorer."Nah apakah negara siap setelah proses THR ini mereka akan meminta pengakuan status?" ujarnya.
Ia berharap pemerintah punya sikap yang tegas dan nyata untuk kemudian memberikan status kepada honorer yang sesuai perjanjian atau kontrak kerjanya. Misalnya setelah sekian tahun menjadi honorer status mereka diangkat atau diberi pesangon.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan melihat status kepegawaian, dan memberikan aturan yang tegas untuk mengangkat pegawai honorer agar tidak asal- asalan. "Ini bagaimana honorer jadi tampungan untuk semua yang direkrut untum kepentingan politik atau pribadi dari pejabat bersangkutan? Tidak boleh seperti ini," katanya.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan penjelasan mengenai pembayaran THR bagi pegawai honorer atau Non PNS yang merupakan pegawai Pemerintah Daerah:
THR untuk Non-PNS di Daerah, sesuai Permendagri No.33/2017 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD TA 2018 a.l diatur :
(a) Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan peraturan perundang-undangan, serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan dan pemberian gaji ke-13 dan ke-14.
(b) Mengenai pemberian honorarium bagi PNSD dan Non-PNSD dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan Non-PNSD benar-benar memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan.
(2) Berdasarkan informasi dari Kemendagri, daerah tidak menganggarkan THR atau gaji ke-13 bagi Non PNSD, karena honor bagi tenaga Non-PNSD pada dasarnya melekat pada setiap kegiatan. Dengan demikian, apabila kegiatannya dilaksanakan dalam 12 bulan, maka honornya diberikan sebanyak 12 bulan.
(3) Untuk pegawai honorer daerah dapat diberikan THR sejalan dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku sejauh kemampuan keuangan daerah memadai untuk memberikan THR.
(4) Untuk Cleaning Service (CS) dan supir, apabila CS dan supir adalah karyawan outsourcing dari perusahaan yang mempekerjakan, maka perusahaan dimana CS dan supir dimaksud terdaftar juga memiliki kewajiban untuk memberikan THR.
Sementara itu, untuk supir dan CS honorer (yang tidak melalui sistem out sourcing), pemberian THR menjadi tanggung jawab K/L yang menggunakan jasa CS dan supir.