REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Pekerja Media menyesalkan kepolisian yang belum mengusut tuntas penggerudukan yang dilakukan simpatisan PDIP di kantor Harian Radar Bogor pada Rabu (30/5) lalu. Akibatnya, aksi serupa terulang kembali pada Jumat (1/6).
"Padahal kegiatan tersebut sudah melanggar hukum dan mengancam kebebasan pers," seperti dalam siaran pers Forum Pekerja Media yang diterima Republika Sabtu (2/6).
Forum Pekerja Media pun mendesak agar Pimpinan PDIP untuk menyerukan kader dan simpatisannya agar berhenti melakukan penggerudukan dan kader yang terbukti melakukan pelanggaran hukum (penghalangan kegiatan jurnalistik, penggerudukan, penganiayaan dan pengrusakan) diberikan sanksi terberat.
Karena, perbuatan intimidasi, pemukulan staf dan pengerusakan alat-alat kantor merupakan pelanggaran hukum yang dapat dikategorikan perbuatan pidana yang sangat mengancam demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. "Sikap tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang baru kita peringati 1 Juni 2018."
Forum Pekerja Meda juga mengecam keras pernyataan anggota DPR RI Fraksi PDIP Bambang Wuryanto yang menyatakan, "Kalau di Jawa Tengah itu kantor sudah rata dengan tanah". Pernyataan tersebut adalah pernyataan antidemokrasi kebebasan pers.
Selain itu, pernyataan tersebut sangat berpotensi memicu kekerasan lanjutan yang dilakukan oleh kader atau simpatisan kepada media-media yang berbeda pendapat. Selain itu, Forum pekerja Media mendesak Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk segera memerintahkan anggotanya mengusut tuntas peristiwa tindakan menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik, penggerudukan, penganiayaan dan juga pengerusakan kantor yang dilakukan oleh orang yang mengatasnamakan diri dari PDIP, tanpa harus menunggu pelaporan atau pengaduan dari pihak korban.
Terakhir, Forum Pekerja Media juga mendesak Ketua Dewan Pers untuk proaktif berkomunikasi dengan pihak kepolisian dalam hal mendesak pengusutan lebih lanjut dari tindakan penggerudukan dan kekerasan terhadap Radar Bogor. Hal ini sesuai dengan mandatnya dalam Pasal 15 UU Pers Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
Diketahui, simpatisan pada Jumat (1/6) kader PDIP kembali mendatangi kantor Harian Radar Bogor. Aksi kali ini merupakan lanjutan dari aksi Rabu (30/5) lalu yang mempermasalahkan pemberitaan dari Radar Bogor dengan judul "Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp 112 juta".
"Kami tadi bicara banyak. Yang saya sampaikan pertama latar belakang kenapa kami sampai begini datang ke Radar Bogor tentunya karena berita. Khususnya berita yang bersifat foto," ujar Kader Senior Partai PDIP Rudi Harsa Tanaya di Kantor Radar Bogor di Jalan KH. R. Abdullah Bin Muhammad Nuh, Taman Yasmin, Kota Bogor, Jumat (1/6).
PWI Pusat sendiri menyampaikan berbagai sikap atas kejadian tersebut. Di antaranya meminta kepada semua pihak, khususnya PDIP Bogor agar dalam menyampaikan keberatan atau tuntutan pemberitaan senantiasa menggunakan cara demokratis-prosedural. Hal ini sesuai dengan UU Pers.
Dengan adanya kejadian ini, Pimpinan Redaksi (pemred) Radar Bogor, Tegar Bagdja mengucapkan permintaan maafnya. "Saya selaku pemred, meminta maaf kepada Bu Megawati dan kader PDIP, jika karya jurnalistik terbitan 30 mei telah menyakiti hati mereka," ujar Tegar saat dikonfirmasi Jumat (1/6).
Tegar menilai, eskalasi kegaduhan akibat karya jurnalistiknya kini terlalu tinggi. Bahkan, insiden tersebut sampai masuk ke dalam Istana.
Ia menyatakan, rasa khawatirnya jika masalah ini sampai berdampak negatif ke masyarakat. Dirinya merasa mempertahankan idealisme pun akan percuma jika berujung pada kegaduhan.
Dari pertimbangan tersebut, Tegar pun memutuskan untuk memilih jalan damai. Ia menyanggupi untuk memenuhi keinginan kader PDIP tersebut.
"Dari situ, kami kemudian memilih jalan untuk memenuhi keinginan PDIP. Namun tidak seperti yang dia mau. Dengan syarat," ungkapnya.