Sabtu 02 Jun 2018 08:19 WIB

Upaya Meneroriskan Muhammadiyah

Kiai Dahlan mengajarkan warga Muhammadiyah berpikir terbuka dan kritis.

Logo Muhammadiyah di Masjid At-Taqwa, kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (27/6) malam.
Foto:

Adil sejak dalam pikiran

Para peneliti, pengamat, ilmuwan, pengambil kebijakan, atau siapa pun harus adil dan jernih dalam melihat persoalan terorisme ini. Tidak hanya untuk tidak asal menuduh, tetapi juga berguna untuk mencari penyelesaian yang komprehensif.

Melihat hanya dari satu sisi dengan menafikan data di sisi lain akan mengakibatkan sesat pikir dan menjadikan suasana semakin tidak kondusif. Apalagi, kemudian itu menjadi kesimpulan yang absolut. Ada logika yang problematis dalam mengambil kesimpulan hubungan Muhammadiyah dan terorisme.

Cara berpikir bahwa latar belakang para terorisme adalah Muhammadiyah, Islam, dan Indonesia maka Muhammadiyah, Islam, dan Indonesia adalah sarang terorisme, sungguh sesat pikir yang menjerumuskan kita ini dalam tindakan yang salah juga.

Logika sesat ini sama halnya dengan mengatakan para koruptor berlatar belakang perguruan tinggi negeri maka perguruan tinggi negeri menjadi sarang dan mengajarkan bagaimana melakukan korupsi. Sekali lagi ini cara berpikir yang sangat sesat dan berbahaya untuk diframing apalagi jika dijadikan landasan bagi pengambil kebijakan di negeri ini.

Dalam menganalisis fenomena terorisme kita harus adil sejak dalam pikiran, agar menemukan hasil yang jernih dan komprehensif. Jangan ada prasangka apalagi merekayasa untuk menunjukkan sesuatu yang sudah diinginkan. Letakkan semua prasangka, hadirkan semua data, analisis yang mendalam tidak hanya sesaat dan sekarang saja tapi terobos ke dalam relung sejarahnya.

Dengan begitu, kita akan mendapatkan hasil yang dapat menjelaskan secara jernih fenomena terorisme ini, sehingga langkah - langkah pencegahan dan pemberantasannya bisa dilakukan oleh semua pihak.

Refleksi bagi Muhammadiyah

Bagi Muhammadiyah, ada pelaku terorisme yang berlatar belakang atau alumni lembaga pendidikan Muhammadiyah tentu tidak akan ditolak. Itu realitas, yang bisa dijadikan alat evaluasi. Pimpinan Muhammadiyah harus sadar bahwa ada segelintir alumninya yang menjadi teroris, tetapi itu bukan arus utama. Arus utamanya adalah dengan paham agama Islam, Muhammadiyah sudah banyak berbuat untuk kemajuan bangsa Indonesia.

Para pimpinan Muhammadiyah, aktivis organisasi otonomnya perlu lebih gencar lagi menanamkan ke anggota dan warga Muhammadiyah tentang paham agama sesuai dengan Muhammadiyah memahami Islam, yaitu Islam yang berkemajuan. Dengan budaya berpikir kritis dan terbuka, dengan landasan pemahaman Islam yang berkemajuan ditopang lembaga amal usaha, baik pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi yang berkualitas, insya Allah Muhammadiyah akan menjadi leader dalam memajukan bangsa ini. Walahu’alam bi shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement