Kamis 31 May 2018 06:40 WIB

Pemkot Bogor Terus Awasi Gepeng

Banyak orang memanfaatkan keadaan mencari uang dengan cara mengemis.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Petugas Satpol PP merazia gelandangan dan pengemis (ilustrasi).
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Petugas Satpol PP merazia gelandangan dan pengemis (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bogor Azrin Syamsudin menyatakan pihaknya selalu melakukan pengawasan terhadap gelandangan dan pengemis (gepeng) di Kota Bogor. Tahun ini jumlah gepeng dirasa berkurang dibanding tahun sebelumnya.

"Kita selalu pengawasan. Cuma untuk jumlah ada pengurangan dibanding tahun kemarin. Tahun kemarin ada 400-an, kalau Kamis (24/5) kemarin kita operasi termasuk bencong atau waria ada 15an," ujar Azrin saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (30/5).

Lokasi-lokasi para gepeng ini beroperasi pun kebanyakan di tempat yang ramai orang berlalu-lalang. Diantaranya di Tugu Kujang, Taman Topi, Terminal Bubulak, dan Pasar Bogor.

Selain di lokasi tersebut, para gepeng saat ini sedang menyasar para penumpang angkutan kota atau angkot. Mereka nekat naik ke dalam angkot yang sedang berjalan untuk meminta uang.

Jika dilihat dari usia, Azrin menyatakan tidak hanya orang dewasa saja. Ada juga remaja yang turun ke jalan untuk meminta dan mengemis.

"Indikasi kebanyakan dewasa dan remaja. Tapi yang kami jaga ibu-ibu tua bawa anak kemudian mereka eksploitasi anak. Kalau sudah begitu nanti bersama kepolisian langsung kita tangkap," ujarnya.

Eksploitasi anak adalah hal yang sangat dihindari oleh Dinsos Kota Bogor. Hal ini sudah tentu melanggar aturan eksploitasi anak serta anak bekerja dibawah umur.

Gelandangan dan pengemis ini juga dikatakan banyak yang musiman. Mereka sudah tahu momen atau bulan-bulan apa akan mendapatkan uang banyak dari cara mengemis.

"Kalau gelandangan pengemis, itu musiman. Dia tahu momen-momen tertentu mana yang ramai orang ngasih uang ke mereka. Tapi kalau pantauan kemarin saat melakukan razia, tidak sebanyak tahun kemarin," ujarnya.

Mengenai larangan atau aturan daerah, Kota Bogor sudah memiliki peraturan daerah atau perda yang melarang nemberikan uang kepada gepeng. Bila melanggar, pemberi bisa dikenakan sanksi denda Rp 10juta dan kurungan enam bulan penjara.

"Perda No. 8 tahun 2011 itu jelas. Bagi yang melanggar ada denda Rp 10juta dan kurungan 6 bulan, itu bagi yang memberi. Yang menerima hukumannya kena ketertiban umum. Itu penindakan dilakukan baik Satpol PP maupun kepolisian," lanjutnya.

Pihak Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP Kota Bogor sendiri menyebut selalu melakukan patroli terhadap gepeng ini. Gepeng yang ada akan dilakukan penangkapan dan didata untuk disuruh kembali ke daerah asalnya.

"Setiap harinya kita selalu melaksanakan patroli. Terutama di titik-titik rawan yang ramai," ujar Kepala Bidang Dalops Satpol PP Kota Bogor Dimas Tiko PS.

Ia menyatakan gepeng memang menjadi perhatian tersendiri di bulan puasa setiap tahunnya. Banyak orang yang memanfaatkan keadaan untuk kemudian mencari uang dari mengemis.

Senada dengan ungkapan Kadinsos Kota Bogor, Dimas juga menyebut sejauh ini jumlah gepeng di Kota Bogor tidak terlalu banyak. Jumlahnya menurun jika dibandingkan tahun lalu.

"Kalau dari pantauan kami di lapangan, untuk gepeng di kota tidak mengalami peningkatan yang signifikan," ujarnya.

Dari pantauan Republika.co.id, selama hampir dua pekan menjalani bulan puasa gepeng bermunculan di sekitar Stasiun Kota Bogor dan Taman Topi. Wilayah keramaian seperti terminal dan pusat perbelanjaan pun tidak ketinggalan menjadi lokasi gepeng ini berada.

Di jembatan penyebrangan orang (JPO) menuju stasiun Bogor misalnya, beberapa hari kemarin banyak muncul ibu-ibu yang duduk diam sembari menyodorkan gelas plastiknya kepada orang-orang yang lewat. Namun hal ini tidak terlihat ada setiap hari. Di beberapa kesempatan mereka juga dibersihkan oleh Satpol PP yang berjaga di lokasi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement