REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong penerapan bank sampah di Indonesia. Apalagi, konsep ini hanya ada di Indonesia.
"Pola bank sampah ini enggak ada di negara lain. Jadi di Indonesia kelihatannya harus diatur dalam arti fasilitasi oleh pemerintah," ujar Menteri LHK Siti Nurbaya dalam acara Green Ramadhan di Gedung Manggala Wanabakti, Kamis (24/5).
Ia menjelaskan, bank sampah merupakan gerakan masyarakat yang begitu bagus, sebuah modal sosial bukan hanya mekanistik mengurangi sampah tapi juga membangun sendi sendi kehidupan untuk berjiwa produktif, gotong royong, efisiensi, rasionalitas. Termasuk meningkatkan pendapatan ekonomi, meski bukan yang utama.
Selama ini, kata Siti, ia telah melakukan pengamatan dan interaksi langsung dari masyarakat sehingga memutuskan untuk merangkum dalam norma-norma pengaturan.
"Kita sedang menyusun peraturan menteri tentang pengelolaan sampah dan terutama plastik," kata dia.
Ia menargetkan kementerian untuk terus meramu sehingga menemukan norma yang tepat. Sebab, mengurangi sampah dan sampah plastik tidak sesederhana mengurangi secara mekanistik.
Baca: Indonesia Kenalkan Bank Sampah ke Dunia Internasional
Menurutnya, bank sampah ini bisa mengumpulkan sekitar 2,5 ton dalam beberapa bulan sehingga cukup efektif. Pemerintah juga turut mendorong sampah menjadi energi.
"Problemnya adalah di collectingnya, dari rumah tangga sampai mulut sebuah proses pengelohan sampah," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan, saat ini sudah ada 5.244 bank sampah tersebar di 34 provinsi dan 219 kabupaten atau kota di Indonesia. Bank sampah tersebut memberikan kontribusi pengurangan sampah nasional sebesar 1,7 persen dari total sampah nasional.