Jumat 25 May 2018 05:23 WIB

Tiga Jurus Perry Warjiyo Stabilkan Ekonomi Indonesia

Ada tantangan berat dari normalisasi kebijakan suku bunga di AS

Pelantikan Gubernur Bank Indonesia. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menerima ucapan selamat dari mantan Gubernur BI Agus Martowardojo usai pelantikan di Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (24/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Pelantikan Gubernur Bank Indonesia. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menerima ucapan selamat dari mantan Gubernur BI Agus Martowardojo usai pelantikan di Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Ahmad Fikri, Elba Damhuri

Banyak kalangan menunggu gebrakan dan langkah strategis Gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru dilantik, Perry Warjiyo, untuk menstabilkan ekonomi nasional. Hal ini terutama terkait dengan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing lainnya, terutama dolar AS.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengharapkan Gubernur BI yang baru bisa lebih memberikan kontribusi pada stabilitas ekonomi nasional dan sistem keuangan. "Kita tunggu gebrakan yang akan dilakukan," ujar Sri Mulyani setelah menghadiri pelantikan Perry Warjiyo di gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (24/5).

Saat ini, menurut Sri, memang perlu ada kebijakan moneter yang tepat untuk merespons gejolak nilai tukar rupiah yang terus mengalami pelemahan. Tujuannya, gebrakan itu dapat memberikan sentimen positif.

Apalagi, ada tantangan berat dari normalisasi kebijakan suku bunga di AS. Bagaimana caranya BI mampu meminimalkan dampak negatifnya terhadap sektor keuangan di Indonesia. Menkeu meyakini Perry mampu melakukan hal tersebut.

Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai Perry Warjiyo adalah sosok lengkap untuk memimpin bank sentral. Perry yang merupakan pejabat karier BI diyakini memiliki keahlian mumpuni dalam bidang moneter.

Perry, kata Darmin, tak hanya cakap dalam bidang moneter tapi juga memiliki perhatian besar kepada pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Ia berharap kerja sama BI dan pemerintah bisa semakin kuat.

Menjawab segala harapan yang disampaikan, Perry menyiapkan tiga langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Pertama, Bank Indonesia akan secara penuh menjalankan mandatnya dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Perry menjelaskan, ada lima instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk mencapai tujuan ini. Kebijakan moneter ditujukan untuk menjaga stabilitas antara lain melalui kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar.

Adapun empat instrumen pro pertumbuhan meliputi relaksasi makroprudensial, mempercepat pendalaman pasar keuangan khususnya untuk pembiayaan infrastruktur, pengembangan sistem pembayaran untuk strategi nasional ekonomi dan keuangan digital.

"Juga, memperkuat akselerasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah," kata Perry usai pelantikan, kemarin.

Jurus kedua, meningkatkan koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia untuk memperkuat stabilitas dan mendorong pertumbuhan. Dalam hal ini, koordinasi akan difokuskan untuk memperkuat dan mempercepat perbaikan di sektor riil, baik untuk mendorong pertumbuhan maupun juga untuk mengatasi defisit transaksi berjalan.

Peningkatan koordinasi juga akan dilakukan Bank Indonesia bersama dengan OJK untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan.

Ketiga, dalam jangka pendek Bank Indonesia akan memprioritaskan langkah-langkah untuk stabilisasi nilai tukar rupiah yang mengalami tekanan dari eksternal pada beberapa waktu terakhir, khususnya sejak awal Februari.

Bank Indonesia memandang kondisi ekonomi domestik cukup baik, tercermin dari inflasi yang terjaga, defisit transaksi berjalan yang terkendali, dan sistem keuangan yang tetap stabil, serta perbaikan ekonomi yang terus berlanjut.

"Saya akan prioritaskan kebijakan moneter untuk bisa stabilkan kurs rupiah dengan kombinasi kebijakan suku bunga dan intervensi ganda," ujar Perry.

Perry yang selalu mengampanyekan kebijakan moneter propertumbuhan dan prostabilitas itu menekankan instrumen kebijakan moneter akan sepenuhnya digunakan untuk menjaga stabilitas perekonomian. Instrumen moneter diprioritaskan untuk menghadapi tekanan yang disebabkan normaliasi kebijakan moneter AS dan terus naiknya imbal hasil obligasi Pemerintah AS, US Treasuy Bill, yang menyedot modal asing dari Indonesia.

Bank sentral sudah menghabiskan Rp 50 triliun untuk membeli surat utang negara sejak awal tahun, termasuk di dalamnya sebesar Rp 13 triliun pada Mei 2018 ini. Intervensi itu untuk meredakan gejolak di pasar surat utang karena tekanan modal keluar menyusul naiknya imbal hasil obligasi Pemerintah AS.

Saat pelantikan Gubernur BI, nilai tukar rupiah di level 14.100 per dolar AS dan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate 4,5 persen. Di kawasan, rupiah bukan satu-satunya mata uang yang mengalami pelemahan terhadap dolar AS.

Pada perdagangan penutupan hari pelantikan, kurs rupiah menguat 0,53 persen atau 76 poin di level Rp 14.133 per dolar AS. Angka itu membaik dibandingkan posisinya saat dibuka pagi di Rp 14.192 per dolar AS.  

Baca Juga: Pelantikan Gubernur BI, Kurs Rupiah Ditutup Menguat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement