REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan 450 sanksi administratif kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan sejak 2015 hingga Mei 2018. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Jakarta, Rabu (23/5), mengatakan ini bentuk komitmen Kementerian melaksanakan penegakan hukum dengan tujuan menurunkan ancaman dan gangguan terhadap lingkungan hidup dan kehutanan.
Berdasarkan dari data capaian penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan sejak 2015 sampai dengan 2018, sudah ada 1.995 pengaduan terkait kasus lingkungan hidup dan kehutanan yang ditangani kementerian, selain 2.089 izin yang diawasi. Ada 450 sanksi administratif yang dikenakan ke perusahaan, serta 220 gugatan perdata yang diajukan dengan nilai ganti kerugian sebesar Rp 16,9 triliun (16 gugatan melalui pengadilan) dan Rp 42,55 miliar (110 kesepakatan di luar pengadilan). Untuk penanganan kasus pidana, menurut dia, ada 433 kasus yang dinyatakan P-21.
Sedangkan operasi pengamanan hutan dilakukan 610 kali, terdiri dari 196 operasi pembalakan liar, 221 operasi perambahan hutan dan 187 operasi kejahatan tumbuhan satwa liar. Siti mengatakan upaya penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan berkualitas dengan putusan pengadilan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat sangat diperlukan.
Ia menilai setiap pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan yang terjadi tidak hanya berdampak langsung kepada kehidupan masyarakat luas akan tetapi juga pada timbulnya kerugian ekologi dan ekonomi untuk negara. Keadaan itulah, menurut dia, yang menjadi alasan utama bagi kementerian untuk memperkuat jejaring kerja sama dengan lembaga atau terkait.
"Hari ini kerja sama tersebut kita wujudkan dengan Komisi Yudisial, sebagai lembaga negara yang melakukan pengawasan eksternal terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)," kata Siti.
Pengalaman selama ini menunjukkan pertautan antara KLHK dengan penyelesaian perkara lingkungan hidup dan kehutanan di pengadilan banyak berkenaan dengan proses penyusunan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum di lapangan baik di bidang hukum administrasi, perdata, dan pidana.
Gugatan atau sengketa hukum berupa uji materiil atas sebuah peraturan perundang-undangan oleh pihak yang terkena dampak diberlakukannya peraturan perundang-undangan atau gugatan perdata, praperadilan dan tata usaha negara oleh pihak yang terkena dampak dari dilakukannya proses penegakan hukum, telah menjadi faktor pendorong bagi kementerian ini untuk selalu meningkatkan proses dan kualitas penyusunan peraturan perundang-undangan serta penegakan hukum di lapangan dari waktu ke waktu.
Sedangkan peningkatan kualitas pembentukan perundang-undangan ia mengatakan dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan aspek prosedural dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Adapun peningkatan proses dan kualitas penegakan hukum dilakukan dengan melaksanakan berbagai ketentuan hukum acara secara benar, perbaikan substansi dan materi penegakan hukum, peningkatan jumlah dan kualitas aparatur penegak hukum, serta pemanfaatan teknologi informasi dalam penegakan hukum, menjadi agenda yang diupayakan secara terus-menerus dan berkesinambungan.