Rabu 23 May 2018 21:20 WIB

Bawaslu: Tidak Boleh Ada Logo dan Nomor Urut di Iklan Parpol

Logo dan nomor urut parpol didefinisikan sebagai citra diri dalam UU Pemilu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Sekjen PSI Raja Juli Antoni didampingi Ketua Umum PSI Grace Natalie memenuhi panggilan Bareskrim Polri terkait dugaan pelanggaran Pemilu. Selasa (22/5). Arif
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Sekjen PSI Raja Juli Antoni didampingi Ketua Umum PSI Grace Natalie memenuhi panggilan Bareskrim Polri terkait dugaan pelanggaran Pemilu. Selasa (22/5). Arif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengatakan pemasangan iklan parpol di media massa diperbolehkan jika tidak mencantumkan logo dan nomor urut sebagai peserta pemilu. Logo dan nomor urut parpol didefinisikan sebagai citra diri yang merupakan bagian dari kampanye.

"Citra diri menurut batasan pandangan kami, yang sudah disepakati dengan KPU, KPI dan Dewan Pers, hanya meliputi nomor dan lambang parpol saja," ujar Fritz kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5) malam.

Kesepakatan ini, lanjut dia, merupakan penegasan dari penjelasan pasal 1 ayat 35 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2015. Pasal tersebut menyebutkan, definisi kampanye pemilu adalah 'kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu'.

"Jadi, kami tekankan dasar untuk pedoman definisi kampanye adalah pasal 1 ayat 35 itu. Jadi parpol boleh memasang iklan, tetapi jangan memakai logo dan nomor urut sebagai peserta pemilu," tegasnya.

Dia mencontohkan, jika ada iklan parpol bergambar ketua parpol saja, tanpa ada nomor urut dan logonya, maka tetap diperbolehkan. "Atau jika ada ketua parpol mengucapkan selamat Idul Fitri, tetapi tanpa mencantumkan logo dan nomor parpolnya, juga boleh. Kan itu tidak ada unsur kampanye," tuturnya.

Fritz menambahkan, warna identitas parpol juga tidak termasuk dalam bagian definisi citra diri. Sebab, warna tertentu tidak bisa dianggap milik satu parpol tertentu.

"Batasan ini untuk menjaga agar proses kampanye pemilu jangan dilakukan terlebih dulu sebelum waktunya," tambahnya.

Senada dengan Fritz, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan, tafsir utama dari citra diri adalah logo dan nomor urut parpol. Tafsir ini sudah disepakati bersama antara KPU, Bawaslu, KPI dan Dewan Pers.

"Jadi, yang dimaksud citra diri itu adalah logo dan nomor urut parpol. Jika ada parpol memasang iklan di media massa tetapi tidak mencantumkan nomor urut dan logo parpol, tidak apa-apa," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, pengertian citra diri sebagai salah satu bentuk kampanye sempat menjadi polemik. Beberapa parpol yang sempat beriklan di media massa, dan menampilkan nomor urut serta logonya diduga melakukan pelanggaran akibat poin citra diri ini.

Sejauh ini, sudah ada Perindo, PSI dan PAN yang memasang iklan di media massa dan diproses oleh Bawaslu akibat diduga melakukan kampanye di luar jadwal. Sebab, KPU, Bawaslu, KPI dan Dewan Pers sudah sepakat bahwa iklan kampanye parpol di media massa baru boleh dilakukan pada tahun depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement