Rabu 23 May 2018 19:31 WIB

Dua Anggota Gerindra Beda Pendapat Soal Definisi Terorisme

Definisme terorisme masih menjadi perdebatan di revisi UU Terorisme.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Ketua Pansus Revisi Undang-undang (RUU) Terorisme Muhammad Syafi'i memberikan paparan saat Rapat Pansus RUU Terorisme di Jakarta, Rabu (23/5).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Pansus Revisi Undang-undang (RUU) Terorisme Muhammad Syafi'i memberikan paparan saat Rapat Pansus RUU Terorisme di Jakarta, Rabu (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang (RUU) Terorisme di Gedung DPR, Rabu (23/5) berlangsung panas. Ketegangan tidak hanya terjadi antara Pansus RUU Terorisme dan pemerintah yang belum sependapat terkait definisi terorisme.

Bahkan, sesama politikus Partai Gerindra pun tidak seirama dalam merumuskan definisi terorisme terkait motif politik, ideologi dan ancaman terhadap negara. Meski pada akhirnya, mereka sepakat dengan salah satu alternatif dengan catatan.

Anggota Pansus RUU Terorisme dari Fraksi Gerindra, Wenny Warouw mengatakan dirinya sependapat dengan usulan definisi terorisme yang disampaikan pemerintah. Wenny pun setuju jika definisi terorisme dikembalikan ke Pasal 6 dan 7 UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Motif pelaku teror tak bisa dibatasi dalam lingkup politik. Karena soal motif ini yang membuat penyidik sulit kalau harus sudah ada motif politik harus didahulukan," terang Wenny di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/5).

Oleh karena itu, Kata Wenny, kalau memang ada motif politik, harus ada definisi yuridis dan akademis tentang teroris harus kita bedakan. Namun hal itu harus sinkron dengan Pasal 6 dan 7, sehingga nanti dalam pelaksanaannya betul-betul baik untuk bangsa dan negara.

"Definisi yang digunakan adalah berasal dari Perppu 2002 yang sekarang jadi UU 15/2003. Jadi Pasal 6 dan 7 adalah inti dari rumusan yang diusulkan pemerintah," kata Wenny.

Praktis pernyataan Wenny tersebut dibantah oleh rekannya sesama Fraksi Partai Gerindra, Muhammad Syafi'i. Bahkan Ketua Pansus RUU Terorisme itu meminta agar Wenny tidak asal bicara mengenai definisi terorisme.

Selama ini, Syafi'i tidak sependapat dengan definisi usulan pemerintah tersebut. Syafi'i menegaskan, bahwa ideologi dan motif politik' perlu dicantumkan dalam definisi terorisme.

"Dia menjelaskan frasa 'ideologi dan motif politik' membedakan kejahatan terorisme dengan tindak pidana biasa," tegas Syafi'i.

Apalagi, lanjut Syafi'i, sekalipun ada terduga teroris yang sudah diperiksa tapi tidak memiliki motif politik, ideologi, atau mengancam kedaulatan negara apakah dia bisa bebas? Syafi'i menjamin dia tidak bisa langsung bebas, karena masih ada kitab hukum pidana. Oleh karena itu dia heran kenapa harus memaksakan orang yang ditangkap dijadikan teroris.

"Ada apa sekarang di negeri ini? Apalagi kalau kita tahu teroris ini buatan siapa. Jadi definisi ini harus jelas membuat batasan apa itu terorisme dan dia harus berbeda dengan tindak pidana biasa," cetus Syafi'i.

Pescaskorsing rapat selama satu jam, pemerintah menawarkan dua rumusan alternatif definisi terorisme. Itu setelah perwakilan dari Pemerintah yaitu Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkum HAM Enny Nurbaningsih mendengarkan pandangan fraksi-fraksi termasuk Fraksi Partai Gerindra.

Meski mengakomodasi usulan fraksi soal frasa tapi Enny mengatakan bahwa penambahan frasa ini belum jadi keputusan pemerintah. "Kami minta ini dibawa ke rapat kerja dulu. agar kami bisa memutus sesuai dengan jadwal," kata Enny.

Baca: Dua Rumusan Alternatif Definisi Terorisme Disepakati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement