REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi melaporkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran kode etik. Abhan dinilai telah bertindak melebihi batas kewenangannya sebagai penyelenggara pemilu yang diatur dalam undang-undang.
"Kami merasa dizalimi oleh Bawaslu. Terpaksa kami laporkan Bawaslu. Ini upaya mencari keadilan," kata Ketua DPP PSI Tsamara Amany di Kantor DKPP, Jakarta, Rabu (23/5).
Selain Ketua Bawaslu RI Abhan, PSI juga melaporkan Anggota Bawaslu RI Affifudin ke DKPP, juga atas dugaan pelanggaran kode etik. Affifudin, yang mengeluarkan keterangan tertulis berisi permintaan kepada pihak kepolisian untuk segera menetapkan Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekretaris Jenderal PSI Satia Chandra Wiguna sebagai tersangka saat proses penyidikan belum dimulai, dianggap PSI tidak etis.
"Tindakan itu juga berarti Bawaslu telah mengambil kesimpulan hukum sebelum proses hukum itu dimulai oleh kepolisian," tutur Tsamara.
Infografis Dugaan Pelanggaran oleh PSI
Ketua Bawaslu Abhan, sebelumnya menyatakan siap menghadapi laporan PSI atas dirinya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bawaslu menegaskan sudah menangani kasus dugaan pelanggaran PSI sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Kami siap dan menghormati pelaporan PSI atas kami. Kalau dilaporkan ya kami hormati sebab itu sesuai dengan saluran hukum," ujar Abhan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/5).
Sebelumnya, pada Kamis (17/5), Bawaslu melimpahkan berkas dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan PSI ke Bareskrim Polri. Dalam berkas itu, Bawaslu melaporkan dua pimpinan PSI, yakni Raja Juli Antoni dan Chandra Wiguna.
PSI diduga melakukan kampanye di luar jadwal lantaran memasang lambang dan nomor urut dalam iklan polling yang ditayangkan salah satu media cetak bulan lalu. Menurut Abhan, PSI dilaporkan dengan pasal pelanggaran tindak pidana kampanye di luar jadwal sesuai pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.