REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Bupati Sleman, DIY, Sri Purnomo menilai, masyarakat Kabupaten Sleman dan Gunung Merapi sudah seperti sahabat yang hidup berdampingan. Namun, ia mengingatkan, keakraban itu tidak boleh membuat lengah akan keganasan Gunung Merapi yang sewaktu-waktu bisa muncul kembali.
"Kita hidup bersahabat dan berdampingan dengan Merapi, tapi jangan lengah," kata Sri saat memimpin rapat koordinasi peningkatan status waspada kepada Gunung Merapi di Posko Utama Pakem Pusdalops BPBD Sleman, Selasa (22/5).
Ia mengimbau seluruh jajarannya dan para pemangku kebijakan, agar terus waspada dan siaga selama 24 jam penuh. Setelah pulang kantor, Sri meminta telepon genggam tidak lantas dimatikan dan tetap memantau situasi yang ada.
Sri menegaskan, Pemkab Sleman akan terus melakukan persiapan-persiapan antisipasi walau sampai saat ini belum ada perintah mengungsi. Termasuk, terhadap akses transportasi, kegiatan wisata, kebutuhan pengungsi, dan kegiatan belajar mengajar.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah hari ini berjalan seperti biasa. Malah, sekolah-sekolah saat ini sedang menjalani ujian, sehingga perlu dukungan semua elemen agar siswa tetap fokus mengerjakan soal-soal yang ada.
Untuk itu petugas gabungan dari BPBD Sleman, BPBD DIY, Satpol PP, dan Basarnas, telah menyiagakan mobil di beberapa sekolah dasar sebagai bentuk antisipasi dan kewaspadaan. Sri menekankan, semua aspek harus siap menghadapi apapun yang terjadi.
"Sudah cukup pengalaman erupsi 2010 menjadi pengalaman menyedihkan kita," ujar bupati.
Pada kesempatan itu, Fungsional Penyelidikan Bumi BPPTKG DIY, Subandrio, menjelaskan peningkatan status Gunung Merapi menjadi waspada ini dimaksudkan agar semua pihak dapat bersiap lebih awal. Karenanya, peningkatan status harus disikapi secara proporsional.
Artinya, lanjut Subandrio, masyarakat tidak perlu berlebihan menanggapi peningkatan status yang ada, sembari tidak pula lengah atas aktivitas Gunung Merapi. Ia merasa, apapun status Gunung Merapi kewaspadaan harus tetap terjaga.
"Warga belum perlu mengungsi, tapi harus meningkatkan kewaspadaan," kata Subandrio.
Selain itu, ia menaruh perhatian lebih kepada informasi yang tersebar di media sosial. Pasalnya, terdapat beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab menyebarkan informasi yang tidak valid (hoax) terkait kondisi Gunung Merapi.
Terakhir, tersebar foto-foto erupsi Gunung Sinabung yang dikabarkan sebagai erupsi Gunung Merapi. Untuk itu, ia meminta masyarakat dan semua instansi-instansi terkait dapat mengendalikan arus informasi dengan baik.
"Harus mengantisipasi hoaks yang bisa menimbulkan kepanikan," ujar dia.
Sebelumnya, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menaikkan status Gunung Merapi dari normal menjadi waspada pada Senin (21/5) malam. Itu dilakukan karena terjadi sejumlah letusan freatik disertai satu gempa vulkanik.
Bahkan, getaran disertai gemuruh Gunung Merapi dapat dirasakan dan terdengar masyarakat sekitaran Kabuapten Sleman. BPPTKG telah pula memberikan sejumlah rekomendasi seperti menutup kegiatan pendakian untuk sementara.
BPPTKG merekomendasikan radius tiga kilometer dari puncak dikosongkan dari segala bentuk aktivitas penduduk. Sedangkan, masyarakat yang sempat mengungsi ke titik-titik aman pada Selasa (22/5) dini hari, sudah kembali ke rumah masing-masing pada Selasa siang.