REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanaman wawasan kebangsaan yang berlandaskan Pancasila sebagai ideologi negara perlu dilakukan untuk menghadapi potensi ancaman ke depan. Dengan demikian, komponen bangsa menjadi tisak mudah dipengaruhi dan terprovokasi oleh upaya pencucian otak.
"Diperlukan konsep pembangunan mindset seluruh rakyat Indonesia melalui penanaman wawasan kebangsaan yang berlandaskan Pancasila sebagai ideologi negara. Agar tidak mudah dipengaruhi dan terprovokasi oleh upaya pencucian otak dari kelompok tertentu," ungkap Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di GOR Kartika Divif I Kostrad, Cilodong, Depok, Selasa (22/5).
Karena itu, lanjut dia, desain strategi pertahanan negara juga diarahkan dengan konsep perang rakyat semesta atau total warfare. Konsep yang melibatkan pembangunan seluruh komponen bangsa yang dilandasi oleh penanaman nilai-nilai kesadaran bela negara yang lahir dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
"Disertai pembangunan kekuatan TNI beserta alutsistanya sebagai komponen utama pertahanan negara," sambungnya.
Menurut Ryamizard, strategi pertahanan tersebut merupakan strategi perang khas indonesia yang telah mengantarkan bangsa ini meraih kemerdekaannya. Hal yang juga menjadikan Indonesia sebagai suatu negara-bangsa yang sejajar dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya di dunia.
Ia menjelaskan, fenomena potensi ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi menjadi dua dimensi ancaman utama, yakni ancaman belum nyata dan sangat nyata. Untuk yang pertama, berupa ancaman perang terbuka antarnegara.
Dimensi ancaman kedua, ancaman yang menjadi prioritas untuk ditangkal, yaitu ancaman yang sangat nyata. Ancaman yang menurut Ryamizard sedang dan kemungkinan dapat dialami oleh negara-negara kawasan baik secara sendiri-sendiri atau yang bersifat lintas negara.
"Saat ini kita semua di kawasan dan di berbagai belahan di dunia sedang menghadapi potensi ancaman yang sangat-sangat nyata, yaitu bahaya ancaman terorisme dan radikalisme generasi ketiga," kata dia.
Generasi tersebut merupakan generasi pascaAlqaeda dan pascaDaesh yang telah dihancurkan di Timur Tengah. Penanganan ancaman tersebut memerlukan komitmen dan tindakan bersama yang konkret dan serius.
Secara umum, lanjut Ryamizard, di kawasan ASEAN ini dapat disaksikan dan dihadapkan langsung dengan tiga generasi pergerakan jihad teroris global yang muncul. Ketiganya yakni Alqaeda sebagai generasi pertama yang menyerang Gedung WTC di Amerika Serikat pada 2001 yang kemudian menjadi ancaman diberbagai belahan dunia di Asia, Afrika, timur tengah dan Eropa.
"Kemudian ancaman teroris generasi kedua adalah Jihad Global ISIS Syria dan Irak setelah 'Abu Bakar Al Bagdadi' mengumumkan pembentukan khilafah dan Negara ISIS pada bulan Juni 2014," tuturnya.