Ahad 20 May 2018 05:03 WIB

Daftar Penceramah Dinilai Intervensi Pemerintah ke Privat

Rekomendasikan 200 nama tersebut berpotensi menimbulkan ketegangan.

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Wakil Sekretaris Jenderal PAN Saleh Partaonan Daulay
Foto: RepublikaTV/Fian Firatmaja
Wakil Sekretaris Jenderal PAN Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI sekaligus mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan kementerian agama terlalu berlebihan di dalam merekomendasikan nama-nama penceramah yang mereka nilai layak. Walau dengan cara yang agak samar, keluarnya rekomendasi ini dapat dikatakan sebagai intervensi pemerintah kepada wilayah privat.

“Pemerintah di negara demokrasi tidak semestinya melakukan hal itu. Tugas pemerintah adalah menyiapkan kebutuhan dasar masyarakat seperti sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Kalau yang berkaitan dengan keyakinan keagamaan, sudah semestinya dikembalikan kepada masyarakat itu sendiri,’’ kata Saleh Partaonan yang juga wakil Sekjen PAN, kepada Republika. co.id, Ahad (20/5).

Menurut Saleh, di dalam sebuah negara demokrasi pemerintah hanya bertugas menyiapkan fasiltas seperti rumah ibadah dan regulasi yang mengatur hubungan antar dan intra umat beragama. Dengan merekomendasikan 200 nama tersebut, dikhawatirkan akan berpotensi menimbulkan ketegangan di masyarakat.

“Bisa saja ada kelompok masyarakat yang menyalahkan kelompok lain karena mengundang penceramah di luar yang direkomendasikan itu. Atau ada yang merasa terabaikan karena tidak dimasukkan di dalam daftar tersebut,’’ ujarnya.

Lebih lanjut Saleh menyatakan, yang lebih berbahaya jika daftar nama itu dijadikan rujukan untuk membungkam ulama dan penceramah yang selama ini dinilai kritis. Padahal, penceramah dan ulama kritis juga menyampaikan kebenaran untuk perbaikan.  ‘’Ingat fakta telah membuktikan, saat daftar nama ini tidak ada saja pun, ada kejadian penolakan penceramah, bagaimana nanti kalau sudah ada seperti ini?”

Untuk itu Saleh berharap agar kementerian agama kembali melaksanakan tugas pokoknya sebagai fasilitator pelaksanaan keyakinan dan kepercayaan umat beragama. Kementerian agama tidak boleh merubah fungsinya sebagai satu-satunya penafsir dan sumber kebenaran.

“Pelaksanaan agama sudah semestinya dikembalikan kepada masing-masing umat beragama. Ini harus dilakukan secara bebas sesuai dengan ketentuan konstitusi dan aturan perundangan yang berlaku,’’ tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement