Jumat 18 May 2018 12:42 WIB

Pansus Bahas Definisi Terorisme Pekan Depan

Motif politik membedakan tujuan terorisme dengan kriminal biasa.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Rapat Paripurna pembukaan masa persidangan V DPR tahun sidang 2017-2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/5).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Rapat Paripurna pembukaan masa persidangan V DPR tahun sidang 2017-2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Panitia Khusus Revisi Undang undang Antiterorisme Muhammad Syafii mengungkapkan rapat perdana Pansus Revisi UU Antiterorisme dalam masa persidangan V DPR akan digelar Rabu (23/5) mendatang. Syafii memastikan Revisi UU dapat segera selesai, karena satu poin yang mengganjal selama ini soal definisi terorisme dapat disepakati DPR dan Pemerintah.

"Pokoknya mereka sudah setuju. Kemarin minta tunda waktu untuk merevisi kembali redaksi yang pernah mereka ajukan. Nanti kalo mereka presentasi, kita anggap itu sudah memenuhi, disepakati tentang logika hukum definisi teroris, ya sudah ketok," ujar Syafii di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/5).

Namun Syafii enggan mengomentari apakah kesepakatan penyelesaian Revisi Antiterorisme ini terjadi setelah adanya pertemuan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto dengan Sekretaris Jenderal Partai politik pendukung Pemerintah beberapa hari lalu.

Begitu pun hasil kesepakatan bahwa definisi terorisme yang menyertakan unsur motif politik, ideologi dan keamanan negara agar tidak dimasukkan dalam batang tubuh Undang-undang atau cukup dimasukkan dalam penjelasan. Ia tidak sepakat jika definisi tidak dicantumkan dalam batang tubuh Undang-undang. Sebab definisi merupakan acuan terkait substansi yang berlaku dalam UU tersebut.

"Itu nanti kita akan lempar ke dalam rapat. Bagaimana tanggapan fraksi-fraksi. Kalau saya dari awal tetap harus ada frasa tujuan politik, mengganggu keamanan negara," ujar Syafii.

Syafii beralasan, perlunya motif politik, ideologi dan keamanan negara dalam definisi terorisme agar membedakan kejahatan teroris dengan kejahatan kriminal biasa. Ini juga untuk menghindari kesewenang-wenangan penegak hukum dalam menetapkan pelaku tindakan teroris dan kriminal biasa.

"Kalau tanpa ada tujuan politik dan ancaman keamanan negara, kita tanya apa bedanya dengan tindak kriminal biasa. Tindak kriminal biasa kan sudah lengkap diatur dalam satu buku KUHP, ini kan spesifik teroris tentu ada kekhasannya, teroris itu apa," kata Syafii.

Anggota Komisi III DPR itu menyebutkan, itu juga yang terdapat di negara-negara lainnya. "Coba catatlah teroris di seluruh dunia mana sih yang nggak ada tujuan politiknya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement